Jakarta, CNN Indonesia -- Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Yudi Widiana Adia mengatakan, anggota Komisi V sering menggunakan istilah 'Imam Al Azhar' untuk Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Saat ini Menteri PUPR dijabat oleh Basuki Hadimuljono.
Hal itu ia ungkapkan saat memberi keterangan sebagai terdakwa dalam sidang dugaan suap proyek jalan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (7/2).
"Itu istilah yang beredar di Komisi V DPR," kata Yudi yang juga mantan Wakil Ketua Komisi V DPR.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Istilah tersebut disinyalir digunakan karena kantor Kementerian PUPR berada dekat dengan Masjid Al Azhar di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kementerian PUPR juga merupakan mitra kerja Komisi V.
Istilah ini terungkap, setelah jaksa sebelumnya menanyakan Yudi yang sering menggunakan istilah-istilah tertentu saat berbicara melalui telepon dengan orang dekatnya, Muhammad Kurniawan, yang juga anggota DPRD Kota Bekasi, ketika membicarakan proyek jalan milik Kementerian PUPR yang jadi program aspirasi Komisi V.
Penggunaan istilah-istilah tersebut diketahui dari bukti sadapan telepon yang dimiliki KPK. Selain 'Imam Al Azhar', Yudi juga menggunakan istilah 'Kuningan' dan 'Rasuna Said' untuk menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Bahasa ArabYudi dan Kurniawan juga menggunakan istilah bahasa Arab dalam berkomunikasi untuk menyamarkan penerimaan sejumlah uang dari Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng alias Aseng. Yudi dan Kurniawan kedapatan menggunakan frasa 'Liqo' dan 'Juz' di kitab Alquran.
Diketahui Yudi didakwa menerima suap sekitar Rp11 miliar dari Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng alias Aseng. Uang belasan miliar rupiah tersebut terkait dengan proyek milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Dalam dakwaan pertama, Yudi disebut menerima uang Rp4 miliar dari Aseng. Pemberian uang itu dilakukan karena Yudi telah menyalurkan program aspirasi terkait proyek pembangunan jalan dan jembatan di wilayah Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara tahun anggaran 2015.
Sementara dalam dakwaan kedua, Yudi didakwa menerima uang sebesar Rp2,5 miliar, US$214.300 dan US$140.000. Uang itu diberikan agar Yudi menyalurkan usulan proyek pembangunan jalan dan jembatan di wilayah BPJN IX Maluku dan Maluku Utara, pada tahun anggaran 2016.
(osc/asa)