Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT) Marianus Sae dan empat orang lainnya di tiga lokasi berbeda, yakni Surabaya Jawa Timur; serta Kupang dan Bajawa, NTT.
Dalam OTT tersebut, tim satuan tugas KPK terbagi dalam tiga kelompok. Mereka pada Minggu (11/2) bergerak di tiga lokasi berbeda dalam waktu yang tak berselang lama. Pertama, KPK mengamankan Marianus Sae dan Ketua Tim Penguji Psikotes Calon Gubernur NTT, Ambrosia Tirta Santi di sebuah hotel di Surabaya pada pukul 10.00 WIB.
"Dari penangkapan MSA (Marianus Sae) itu, tim KPK mengamankan ATM dan beberapa struk transaksi keuangan," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (12/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, tim Satgas KPK lainnya mengamankan ajudan Bupati Ngada, Dionesiu Kala di posko pemenangan di Kupang, NTT pada pukul 11.30 WITA.
Selang 15 menit kemudian, tim satgas ketiga mengamankan Direktur PT Sinar 99 Permai, Wilhelmus Iwan Ulumbu dan Pegawai Bank BNI Cabang Bajawa, Petrus Pedulewari di kediamannya masing-masing di Bajawa, NTT.
Setelah melakukan penangkapan, kelima orang itu kemudian menjalani pemeriksaan awal di tiga tempat berbeda. Marianus dan Ambrosia diperiksa di Polda Jawa Timur, Dionesiu di Polda NTT, lalu Wilhelmus dan Petrus di Polres Bajawa.
Dari kelima orang yang diciduk itu, tiga orang diantaranya, yakni Marianus, Ambrosia dan Dionesiu kemudian dibawa ke Gedung KPK di Jakarta. Sementara dari informasi dihimpun, Wilhelmus sampai sekarang masih dalam perjalanan ke Jakarta.
Setelah diperiksa secara intensif, KPK kemudian menaikkan status Marianus dan Wilhelmus sebagai tersangka dugaan gratifikasi terkait sejumlah proyek di Kabupaten Ngada.
Marianus yang sebelumnya didukung PDIP dan PKB sebagai bakal cagub dalam Pilgub NTT 2018 itu diduga menerima hadiah sebesar Rp4,1 miliar dari Wilhelmus. Sebagai gantinya, Marianus menjanjikan lima sampai tujuh proyek di Kabupaten Ngada senilai total Rp54 miliar kepada Wilhelmus.
Marianus selaku penerima dijerat dengan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara Wilhelmus sebagai pemberi disangkakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Tpikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(osc/gil)