Tiga Faktor Kepala Daerah Kerap Korupsi Versi ICW

Oscar Ferry | CNN Indonesia
Selasa, 13 Feb 2018 04:05 WIB
KPK sudah menangkap tiga kepala daerah yang hendak mencalonkan diri dalam pilkada. Ketiganya diduga menerima suap terkait kepentingan kampanye.
KPK sudah menangkap tiga kepala daerah yang hendak mencalonkan diri dalam pilkada. Ketiganya diduga menerima suap terkait kepentingan kampanye. (CNN Indonesia/Andry Novelino).
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menciduk kepala daerah menjelang perhelatan pilkada serentak 2018. Kali ini, Bupati Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), Marianus Sae terjaring operasi tangkap tangan (OTT).

Marianus ditangkap karena diduga menerima suap terkait proyek-proyek di Kabupaten Ngada. Total, dia menerima Rp4,1 miliar. Duit diduga suap itu diperkirakan untuk keperluan kampanye dia sebagai calon dalam Pilgub NTT 2018.

Peneliti Hukum pada Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai, maraknya kepala daerah mengeruk duit korupsi dilatari sejumlah faktor.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Korupsi kepala daerah disebabkan tiga hal," ujar Donal kepada CNNIndonesia.com, Senin (12/2).


Faktor pertama, perilaku buruk partai politik yang belum berubah mengakibatkan biaya politik menjadi sangat mahal. Perilaku buruk itu salah satunya persyaratan mahar bagi siapa pun yang ingin maju mencalonkan diri.

Alhasil, karena biaya politik atau mahar ini, calon yang memenangkan pemilu akan 'dipaksa' mengembalikan modal politiknya, misalnya dengan berperilaku korup. Ini yang menyebabkan korupsi tidak kunjung tuntas.

"Kedua, perilaku kepala daerah yang koruptif, bergaya hidup mewah," ujar Donal.


Faktor ketiga yang juga turut berperan membuat kepala daerah korup, yakni perilaku masyarakat yang apatis. "Misalnya meminta uang kepada calon kepala daerah agar dipilih," kata Donal.

"Akumulasi tiga hal tersebut yang membuat korupsi kepala daerah terjadi terus menerus," ucap Donal menambahkan.

Sebelum Marianus, KPK sebelumnya sudah menangkap tangan dua kepala daerah yang disinyalir menggunakan duit suap untuk kepentingan maju dalam pilkada.


Pada 3 Februari 2018, KPK menciduk Bupati Jombang (Jawa Timur) Nyono Suharli. Nyono diduga menerima suap Rp275 juta terkait pengamanan jabatan kepala dinas kesehatan definitif Pemkab Jombang.

KPK menduga sebanyak Rp50 juta dari total suap itu digunakan Nyono untuk iklan di media lokal terkait Pilkada Kabupaten Jombang 2018.

Jauh sebelumnya, yakni pada 29 Agustus 2018, KPK juga menangkap Bupati Tegal (Jawa Tengah), Siti Mashita Soeparno. Siti diduga menerima suap Rp5,1 miliar terkait pengelolaan dana jasa kesehatan di RSUD Kardinah dan pengadaan barang jasa di lingkungan Pemkot Tegal tahun 2017.

KPK menduga Siti mengumpulkan duit dari suap untuk keperluan mencalonkan diri di Pilkada Kota Tegal 2018 bersama rekannya, Amir Mirza Hutagalung. (pmg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER