JK: KPK Tak Perlu Izin Presiden untuk Panggil Anggota DPR

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Rabu, 14 Feb 2018 07:56 WIB
Wapres JK mengatakan KPK tak perlu izin Presiden untuk memeriksa anggota DPR karena memiliki kewenangan khusus dalam UU KPK.
Wapres Jusuf Kalla, di Jakarta, 2017. Ia mengatakan KPK memiliki kewenangan khusus yang diatur lewat UU 30 tahun 2002 dalam memanggil pejabat negara sebagai saksi atau tersangka korupsi. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) menyatakan pemanggilan anggota DPR sebagai saksi atau tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak memerlukan izin dari Presiden.

Ia melontarkan itu saat diminta tanggapan terkait pengesahaan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dalam sidang paripurna anggota dewan kemarin.


Salah satu pasal dalam RUU yang disahkan jadi undang-undang itu mengatur pemanggilan terhadap anggota DPR terkait tindak pidana harus mendapatkan persetujuan tertulis dari presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ya itu dari dulu sudah ada izinnya. Kalau polisi [memanggil] semua pejabat negara itu minta izin Presiden dulu. Kalau KPK kan tidak, karena ada sendiri UU khusus yang tidak perlu izin," ujar JK, di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (13/2).

Berdasarkan UU 30/2002 tentang KPK tersebut, kata JK, kewenangan lembaga antirasuah dalam memanggil pejabat negara sebagai saksi atau tersangka memang berbeda dengan aparat penegak hukum lainnya.

KPK sendiri telah menegaskan tidak akan meminta izin MKD saat memeriksa anggota DPR. Kewenangan izin MKD dalam pemeriksaan terhadap anggota DPR sendiri telah dibatalkan MK lewat putusan Nomor 76/PPU-XII/2014 pada 2015. MK memutuskan perizinan pemeriksaan anggota dewan hanya ada pada Presiden.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarief mengatakan, pimpinan KPK dan Presiden pun tidak memiliki ketentuan soal perlunya perizinan dari pihak manapun jika hendak diperiksa dalam suatu tindak pidana. Hal ini terkait persamaan di muka hukum di mana setiap warga negara tidak boleh mendapat keistimewaan di mata hukum.

(kid/arh)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER