Jakarta, CNN Indonesia -- Pengungkapan kasus dugaan suap dalam upaya meloloskan salah satu pasangan calon di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Garut 2018 menjadi tantangan baru bagi institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Peneliti politik dari Indo Riset Bawono Kumoro menantang Polri untuk bersikap tegas dan adil dalam menindak berbagai kasus dugaan suap dalam Pilkada meskipun pelaku berasal dari partai politik.
Menurutnya, hal itu diperlukan untuk meyakinkan masyarakat bahwa Polri tidak 'tebang pilih' dalam menangani kasus yang melibatkan parpol.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu akan menumbuhkan keyakinan di publik, calon dari partai penguasa ditindak juga, selama itu ada bukti," kata dia saat berbincang dengan
CNNIndonesia.com (26/2).
Hal itu disampaik terkait tiga sosok ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap Pilkada Garut 2018. Mereka adalah Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Garut Heri Hasan Basri (38), komisioner KPU Garut Ade Sudrajat (50).
Selain itu, ada Didin Wahyudin (46) yang diduga memberikan suap untuk meloloskan pasangan calon Soni Sondani-Usep Nurdin.
"Ini kebetulan, 'untung' calon perseorangan. Coba bayangkan yang terciduk itu berasal dari partai politik," cetusnya.
Menurut Bawono, keadilan dalam penindakan kasus yang terkait dengan rangkaian penyelenggaran Pilkada, seperti politik uang, ujaran kebencian, ataupun penyebaran isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) akan mengantisipasi persepsi negatif seputar netralitas Polri muncul di benak masyarakat.
 Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (kiri) danKetua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (kanan), di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (6/7/2017). Kapolri mengaku akan menyerahkan kasus pidana pemilu ke KPK jika ada intervensi politik yang kuat. ( Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja) |
Hukum kerap dimanfaatkan oleh oknum-oknum partai politik untuk memuluskan tujuannya, kata Bawono, seperti memenangkan pasangan calon yang diusung atau didukung.
"Polisi harus tetap independen, karena dalam konteks saat ini orang bisa menggunakan segala cara. Termasuk aparat penegak hukum untuk memuluskan kepentingannya," ucap dia.
Terpisah, Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia meminta kepolisian mengusut tuntas kasus di Pilkada Garut tersebut. Sebab, hal itu sudah menampar wajah KPU dan Bawaslu yang semua anggotanya dipilih lewat seleksi.
"Kepolisian diminta untuk menuntaskan kasus ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan membuka informasi sejelas-jelasnya kepada publik, agar publik mendapatkan informasi yang utuh, jelas dan berimbang," kata Sekretaris Jenderal KIPP Indonesia Kaka Suminta dalam siaran pers, Minggu.
Peradilan Khusus PemiluBawono tak memungkiri bahwa ada tumpang tindih kewenangan dan pelaksanaan tugas antara Polri dan Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang dibentuk Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengawasi dan menindak berbagai pelanggaran pemilu.
Sentra Gakkumdu berwenang menindak praktek politik uang selama tahapan pemilu. Berkantor di Bawaslu, lembaga ini juga berisi aparat kepolisian dan kejaksaan
Tumpang tindih penanganan sengketa Pemilu dianggap terjadi lantaran tidak ada lembaga peradilan yang khusus menanangani kasus pemilu di Indonesia. Menurut dia, seharusnya kasus dugaan suap terhadap penyelenggara pemilu hingga sengketa hasil pemilu ditangani oleh sebuah lembaga peradilan khusus.
"Sekilas ada tumpang tindih dengan Bawaslu. Tapi ini sebenarnya masalah karena di Indonesia tidak ada peradilan khusus Pemilu, bahkan menangani sengketa Pemilu dulu ke Mahkamah Agung, sekarang ke Mahkamah Konstitusi," katanya.
Polri telah membentuk Satuan Tugas Anti Politik Uang pada awal tahun ini guna menyambut penyelenggaraan Pilkada serentak 2018 di 171 wilayah di Indonesia.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan Satgas Politik Uang dibentuk untuk mencegah praktik haram yang kerap mewarnai proses pemilu. Tujuannya, meningkatkan kualitas demokrasi.
Jika ada intervensi politik yang kuat, lanjut dia, Polri akan menyerahkan penanganan kasus ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Tujuan kami mengawasi juga menindak untuk
effect detterent kepada semua pihak. Kalau kira-kira nanti penanganan kami terbentur karena banyak intervensi politik, kasih ke KPK," kata Tito di Mabes Polri pada Rabu (3/1).
(arh/gil)