Jakarta, CNN Indonesia -- Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mencatat ada 42 kabar bohong alias hoaks seputar penyerangan tokoh agama yang sempat beredar di luas di media sosial. Pori pun menyimpulkan penyebaran ini bermotif politik.
Kepala Satuan Tugas Nusantara Polri Inspektur Jenderal Gatot Eddy Pramono mengatakan tindakan ini dilakukan oleh kelompok Muslim Cyber Army (MCA) yang bekerja sama dengan eks sindikat penyebar ujaran kebencian dan hoaks Saracen serta sejumlah oknum di Jawa Timur, Jawa Barat, dan Banten dengan tujuan mendegradasi pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Penyebaran hoaks seputar penyerangan tokoh agama diharapkan menghadirkan keresahan dan ketakutan, serta memecah belah masyarakat. Hingga akhirnya, kata Gatot, muncul persepsi publik bahwa pemerintah tidak cakap dalam mengelola negara.
"Muncul suatu keresahan masyarakat, keresahan juga para ulama, keresahan para tokoh agama, kemudian juga akan timbul suatu ketakutan. Kemudian juga ini akan bisa memecah belah bangsa yang pada akhirnya akan timbul konflik sosial yang besar dan ketika tidak mampu diatasi akan muncul bahwa pemerintah tidak bisa mengelola negara ini," kata Gatot di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (5/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, pengungkapan kasus penyebaran hoaks seputar penyerangan tokoh agama yang dilakukan Polri belum memuaskan, setidaknya hal tersebut disampiakan oleh Ketua Setara Institute, Hendardi.
Menurutnya, langkah yang dilakukan polisi baru sebatas mengungkap motif dan membantah bahwa penyebaran hoaks dilakukan oleh aktor negara.
 Kelompok The Family MCA yang diduga jadi penyebar berita palsu bernada ujaran kebencian. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Dia menuturkan, polisi harus mempersempit penyidikannya demi mengungkap aktor politik yang bermain dalam penyebaran sekitar 42 dari 45 isu hoaks seputar penyerangan tokoh agama ini.
"Ini bukan orang iseng melakukan ini, apalagi sebaran MCA di seluruh Indonesia," kata Hendardi saat ditemui di Mabes Polri, Senin (5/3).
Dia pun meminta polisi mengusut tuntas kasus penyebaran isu hoaks seputar penyerangan tokoh agama. Menurutnya, pengusutan kasus ini harus sampai pada pengungkapan aktor politik yang berada 'di balik layar'.
Ia mengaku khawatir, kelompok penyebar hoaks serupa akan muncul bila pengungkapan kasus tidak tuntas sampai pada penangkapan aktor intelektual atau utama di balik MCA yang disebut melakukan gerakan bermotif politik.
"Kalau ini tidak ditemukan siapa ujungnya, ini akan berlanjut terus, hanya dengan kelompok-kelompok semacam ini. Ini pertaruhan bagi polisi. Mereka harus ungkap secara jelas juga," kata Hendardi.
Jangan Berhenti di EksekutorSenada, pengamat politik dari Universitas Padjadjaran, Idil Akbar, juga meminta polisi menangkap aktor intelektual di balik penyebaran hoaks penyerangan tokoh agama yang diduga berperan sebagai penyandang dana atau pemberi instruksi.
Menurutnya, penyidikan kasus penyebaran hoaks penyerangan tokoh agama tidak boleh berhenti pada penangkapan aktor lapangan atau eksekutor saja.
"Sebenarnya sudah lama dituntut pada polisi, tidak hanya berhenti pada eksekutor saja. Tapi aktor intelektual mereka yang kasih dana dan instruksi tidak tersentuh. Logikanya, ketika menggerakan sesuatu pasti ada penggeraknya," ucap Idil kepada
CNNIndonesia.com, Senin (5/3).
Menurutnya, pengusutan kasus ini hingga ke aktor utama penting untuk mencegah kemunculan kelompok serupa di kemudian hari.
Idil menuturkan, polisi pun tidak perlu mengkhawatirkan stabilitas politik yang kemungkinan bergejolak bila mengungkap aktor politik di balik kelompok penyebar hoaks seputar penyerangan ulama ke publik.
"Kalau ada aktor politik di dalamnya ya hukum saja, polisi tidak dalam konteks menhubungkan ini dengan politik. Mereka (polisi) prosesnya adalah penegakan hukum," tuturnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy menduga ada orang kuat yang mendesain penyerangan terhadap ulama dan tokoh agama yang marak terjadi beberapa waktu terakhir.
Menurut Romi, sapaan karibnya, dugaan itu muncul berdasarkan hasil penelusuran tim pencari fakta yang dibentuk pihaknya ketika berkomunikasi dengan orang-orang di sekitar lokasi kejadian.
"Menunjukan bahwa ada dugaan bekas-bekas orang kuat di republik ini yang melakukan itu secara sistematis," kata Romi di Kantor Redaksi CNNIndonesia.com, Kamis (22/2).
(sur)