Penjelasan Badan Geologi soal Potensi Megathrust Jakarta

CNN Indonesia | CNN Indonesia
Kamis, 08 Mar 2018 21:18 WIB
Kepala Badan Geologi Rudy Suhendar menyatakan meski tak sebesar di lokasi gempa, Jakarta akan menerima guncangan, namun masih relatif aman untuk ditinggali.
Ilustrasi gempa. (Thinkstock/Petrovich9)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Rudy Suhendar menyatakan Indonesia memiliki kerentanan terhadap gempa bumi. Hal itu dikatakan menanggapi merebaknya isu soal kemungkinan Jakarta diguncang gempa Megathrust 8,7 skala richter.

Gempa yang rentan mengguncang Indonesia bisa disebabkan oleh subduksi (megathrust) yang merupakan tempat terbentuknya gunung berapi dan gempa. Selain itu, gempa bisa dipicu oleh faktor instralab (patahan di bagian bawah lempeng) dan patahan aktif.

Megathrust adalah zona tumbukan antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Dikatakan Rudy, Megathrust memanjang dari sebelah barat ujung Sumatera, ke selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, yang terbagi ke beberapa segmen. Salah satunya adalah segmen di selatan Selat Sunda.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di Jakarta akan menerima guncangan saja. Hanya tidak akan sebesar yang terjadi di tempatnya," kata Rudi di Bandung, Jawa Barat, Kamis (8/3).

Rudy mengakui dalam dalam 10 tahun terakhir, setidaknya ada empat gempa bumi yang guncangannya cukup kuat hingga ke Jakarta. Gempa-gempa itu yakni gempa Indramayu 9 Agustus 2007, gempa Tasikmalaya 2 September 2009, gempa Tasikmalaya 15 Desember 2016, dan gempa Lebak 2018.
Penjelasan Badan Geologi soal Potensi Megathrust JakartaKepala Badan Geologi Kementerian ESDM Rudy Suhendar. (CNN Indonesia/Rosmiyati Dewi Kandi)

Namun, dia menyatakan Jakarta sejauh ini relatif aman untuk ditinggali. 

"Di manapun sebenarnya, masyarakat harus tetap tenang dan tidak perlu khawatir berlebihan namun terus meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan," kata dia.

Di sisi lain, ia juga mengingatkan ancaman gempa juga berlaku di sepanjang jalur Megathrust mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Sumbawa hingga Papua.

Kata Rudy, potensi besaran dan dampak gempa itu dapat dihitung dan diprediksi secara ilmiah, akan tetapi hingga kini belum ada cara untuk memprediksi kejadian gempa bumi secara tepat.

Untuk mengurangi kerentanan terhadap gempa bumi, Rudi mengatakan salah satu caranya adalah dengan penataan ruang berbasis kebencanaan.

"Termasuk di dalamnya pembangunan bangunan yang tahan gempa bumi," ujarnya.

Dia melanjutkan, menghadapi gempa tidak bisa dilakukan satu sektor mengingat setiap sektor memiliki tugas masing-masing.

Ia mencontohkan badan Geologi yang bertugas memetakan kawasan rawan bencana. Sementara untuk mengantisipasi gempa susulan dan kerusakan, dibutuhkan kerja dari institusi lain.

"Jadi untuk menghindari gempa susulan atau potensi bencana alangkah baiknya dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan. Kerja sama yang erat antar pemerintah, swasta dan masyarakat harus terus dijalin dan ditingkatkan dalam mengantisipasi kejadian bencana," ujarnya.

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kasbani mengatakan untuk upaya mitigasi dan mengantisipasi gempa bumi, pihaknya telah mengeluarkan peta rawan bencana geologi.

"Kami telah membuat peta kawasan rawan bencana dan tsunami berdasarkan sejarah gempa yang ada di situ. Termasuk besaran-besaran gempa yang terjadi, semua struktur bangunan harus mengikuti panduan itu," kata Kasbani. (hyg/wis)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER