Ombudsman Minta Penataan PKL Melawai Tak Seperti Tanah Abang

Mesha Mediani | CNN Indonesia
Sabtu, 10 Mar 2018 13:28 WIB
Ombudsman menyarankan penataan pedagang kaki lima di Melawai dilakukan sesuai koridor hukum, bukan seperti penataan PKL di Tanah Abang.
Ombudsman menyarankan penataan pedagang kaki lima di Melawai dilakukan sesuai koridor hukum, bukan seperti penataan PKL di Tanah Abang. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ombudsman Republik Indonesia menyarankan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menata pedagang kaki lima sesuai koridor hukum yang berlaku, khususnya penataan PKL di Melawai.

Komisioner Ombudsman RI Adrianus Meliala berharap pedagang mikro tersebut tidak ditempatkan di badan jalan, seperti PKL Tanah Abang yang diberi lapak di satu lajur Jalan Jatibaru. Apalagi penataan itu melanggar sejumlah aturan karena mengubah fungsi jalan tanpa landasan hukum.

"(Penataan PKL) semoga jangan seperti Tanah Abang saja," ujarnya di Gedung Ombudsman RI, Sabtu (10/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Dia menuturkan, saran Ombudsman kepada Pemprov DKI masih sama seperti yang pernah diutarakannya beberapa bulan lalu, yakni membuka kembali Jalan Jatibaru sehingga bisa dilintasi kendaraan.

Meski begitu, Adrianus tak menampik bahwa saran dari lembaganya bersifat tidak mengikat dan tidak memiliki implikasi hukum apapun. Dia menolak menggunakan kata 'rekomendasi' untuk mencegah mispersepsi.

"Sekali kami mengeluarkan rekomendasi, itu mengikat, final, dan ada daya paksanya. Maka, apa yang kami lakukan sekarang hanyalah saran saja," ujarnya.


Hingga saat ini, Adrianus masih melancarkan pendekatan persuasif kepada Pemprov DKI untuk segera melaksanakan sarannya. Menurutnya Pemprov DKI sesungguhnya sudah berencana membuka kembali Jalan Jatibaru.

"Sudah. Sebenarnya sudah, tetapi kita juga harus memakai diplomasilah. Pelan-pelan," ujarnya.

Akhir tahun lalu, Adrianus menyebut penataan PKL Tanah Abang berpotensi melakukan maladministrasi. Pasalnya, kebijakan terbaru Gubernur Anies Baswedan itu belum memiliki dasar hukum dan bisa merugikan sebagian warga Jakarta.

"Ada potensi maladministrasi," kata dia, di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, beberapa waktu lalu.


Terkait dasar hukum, Adrianus menyebut kebijakan itu dapat bertentangan dengan Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Daerah nomor 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. (pmg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER