Jakarta, CNN Indonesia -- Koalisi masyarakat sipil mengkritik keras sikap Presiden Joko Widodo terkait Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Jokowi sampai hari terakhir batas waktu setelah disahkan DPR, tetap tidak mau menandatangani UU MD3.
Direktur Koalisi Pemantau Legislatif (Kopel) Syamsudin Alamsyah mengatakan Jokowi tidak memiliki ketegasan dalam bersikap terhadap UU MD3 tersebut. Dia menganggap Jokowi seperti lempar batu sembunyi tangan.
"Sikap politiknya cuma lempar batu sembunyi tangan saja," kata Syamsudin di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (15/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sikap Jokowi yang justru mengajak masyarakat untuk melalukan uji materi di Mahkamah Konstitusi jika tidak setuju dengan UU MD3, juga dinilai tidak tepat.
Apalagi, menurut Syamsudin saat ini MK juga tengah menghadapi krisis kepercayaan oleh publik dengan berbagai pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua MK Arief Hidayat.
"Seolah-olah ini dilempar ke lembaga lain," ujarnya.
Di sisi lain, Adeline Syahda dari Kode Inisiatif melihat publik justru dipertontonkan dengan sikap Jokowi yang seolah tidak mau tahu terkait UU MD3. Tapi di satu sisi menunjukkan ketidaksetujuannya terhadap UU MD3 dengan menolak menandatangani.
"Harusnya presiden
gentleman," ujar Adeline.
Karenanya, koalisi masyarakat sipil mendorong Jokowi untuk berani bersikap tegas, bukan kemudian mengembalikan persoalan kepada publik dengan menyarankan melakukan gugatan uji materi.
Adeline menyampaikan Jokowi bisa menginisiasi dengan melalukan revisi terhadap sejumlah pasal kontroversial di dalam UU MD3, yakni Pasal 73, 122, dan 245.
"Mengimbau presiden untuk bersikap melakukan perubahan terbatas terhadap pasal-pasal yang kontradiktif," kata Adeline.
Kemudian, jika Jokowi merasa UU MD3 berpotensi mengancam demokrasi Indonesia seharusnya bisa segera menerbitkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Apalagi petisi yang dibuat oleh koalisi masyarakat sipil tolak revisi UU MD3 telah ditandatangani lebih dari 205 ribu orang.
"Presiden bisa menafsirkan dengan subjektivitas bahwa ini adalah keadaan yang memaksa dan genting yang kemudian mengharuskan menerbitkan perppu," tutur Adeline.
Presiden Jokowi memutuskan tidak menandatangani hasil revisi UU MD3 di hari terakhir batas waktu setelah disahkan DPR.
Seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Perundang-undangan, Presiden harus menandatangani Undang-Undang dalam 30 hari setelah disahkan DPR. Tetapi, UU itu tetap berlaku apabila presiden tetap tidak menandatangani dalam kurun waktu yang ditentukan.
Jokowi mempersilakan masyarakat yang selama ini resah dan menolak UU MD3 agar mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Belakangan pemerintah sudah melabeli UU MD3 dengan nomor 2 tahun 2018.
Selain tak menandatangani, Jokowi juga sudah memastikan tak akan menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) MD3.
(osc/sur)