Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi merasa bersalah mantan anak buahnya, Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Hubla) Antonius Tonny Budiono menerima suap dan gratifikasi dari sejumlah proyek di kementeriannya. Budi merasa bersalah karena tak tahu tindak-tanduk yang dilakukan mantan anak buahnya itu.
"Ya jujur saya merasa bersalah, karena kok saya tidak tahu apa yang terjadi," kata Budi saat menjadi saksi untuk Tonny, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (28/3).
Atas kejadian ini, Budi mengaku langsung melakukan introspeksi diri dan melakukan pembenahan di kementerian yang ia pimpin. Budi mengklaim telah melakukan langkah preventif maupun represif kepada jajarannya untuk mencegah perbuatan seperti Tonny.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah oleh karenanya saya mengkritisi diri saya dan melakukan kegiatan lebih intensif baik itu sifatnya preventif maupun represif. Dan itu saya buktikan selama saya menjalankan roda organisasi," ujarnya.
Menurut Budi, salah satu langkah yang pihaknya lakukan, yakni dengan menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk pencegahan korupsi. Dia mengaku akan meningkatkan kunjungan ke sejumlah instansi di bawah Kementerian Perhubungan.
"Preventifnya kami kerja sama dengan KPK, seperti yang menetapkan kegiatan-kegiatan yang berpotensi bermasalah," tuturnya.
"Setelah kerjasama, kami panggil semua, kami lakukan, kami juga memasang poster-poster, dalam tiap hari kami melihat
message melalui Instagram, media sosial, kepada setiap pegawai agar menjaga integritas," kata Budi.
Sebelumnya Tonny didakwa menerima suap Rp2,3 miliar dari Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adiputra Kurniawan. Suap itu diberikan terkait pengerjaan pengerukan empat pelabuhan di sejumlah daerah.
Empat pelabuhan yang diterbitkan Surat Izin Kerja Keruk (SIKK) oleh Tonny adalah pengerukan alur pelayaran pelabuhan Pulau Pisau Kalimantan Tengah, Pelabuhan Samarinda, pengerukan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, pengerukan di Bontang Kalimantan Timur, dan pengerukan di Lontar Banten.
Uang itu diterima Tonny melalui kartu ATM atas nama Yongkie dan Joko Prabowo.
Selain menerima suap, Tonny juga didakwa menerima gratifikasi dari sejumlah pihak berupa uang tunai Rp5,8 miliar, US$479.700, €4.200, £15.540, Sin$ 700.249, dan RM11.212.
Selain itu, uang di rekening Bank Bukopin atas nama Oscar Budiono Rp1,066 miliar dan Rp1,067 miliar dan uang di rekening BRI atas nama Wasito dan BCA Rp300 juta.
Tonny juga menerima gratifikasi perhiasan berupa cincin yang harganya ditaksir mencapai Rp175 juta serta sejumlah barang yakni jam tangan, pena, dompet, hingga gantungan kunci.
(osc/sur)