Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Pandjaitan mempertanyakan urgensi usulan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) atas UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Peraturan itu diusulkan untuk mengubah ketentuan pergantian calon kepala daerah berstatus tersangka.
"Karena syarat untuk Perppu itu Pasal 22 Undang-Undang Dasar: kegentingan memaksa bagi negara, bagi kehidupan yang lebih besar," kata Hinca di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (28/3).
Menurutnya, meski terdapat sejumlah calon kepala daerah yang telah ditetapkan sebagai tersangka, Perppu Pilkada dianggap tidak bisa dijadikan dasar untuk menjawab situasi tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perppu itu adalah sesuatu yang sangat mulia dan dia baru akan dikeluarkan saat negara dalam keadaan darurat, pertanyaannya adalah apakah saat ini dalam keadaan darurat, kami tidak melihat urgensi Perppu," ujar Hinca.
Hinca mengatakan dirinya memahami bahwa partai politik, termasuk Demokrat, bakal dirugikan jika mengalami situasi tidak dapat mengganti calon yang berstatus tersangka.
Namun, menurutnya, perubahan aturan norma dalam UU Pilkada sebaiknya tidak menggunakan Perppu melainkan mekanisme revisi, meski itu akan memakan waktu.
"Saya lebih cenderung normatif dan proses normal saja untuk proses perbaikan atau revisi UU bukan dengan Perppu," kata Anggota Komisi III DPR ini.
Wacana penerbitan Perppu itu dilontarkan Partai Golkar untuk menyikapi sejumlah calon kepala daerah yang menjalani proses hukum dan telah berstatus tersangka.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto juga disebut bakal menemui Presiden Joko Widodo untuk membahas usulan Perppu ini.
Golkar menilai perlu diterbitkan Perppu karena melihat ada unsur kegentingan berupa kekosongan regulasi yang tidak mengatur calon kepala daerah tersangkut masalah hukum, tapi tidak bisa digantikan calon lain. Hal ini dianggap merugikan masyarakat.
(aal)