Jakarta, CNN Indonesia --
Wakil Ketua Dewan Syuro PKS Hidayat Nur Wahid meminta Deputi Penindakan KPK yang baru dilantik, Brigjen Firli, menindaklanjuti temuan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal kerugian dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2017. Kerugian itu ada di Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, hingga BUMN dan BUMD.
"Temuan terbaru BPK, ada salah urus yang potensial rugikan keuangan negara, akumulasi lebih besar dari RP1 triliun. KPK dengan Deputi Penindakan barunya, sambil lakukan OTT [Operasi Tangkap Tangan], barang kali ini berminat tindaklanjuti temuan BPK demi keadilan hukum dan selamatkan keuangan negara," ujar Hidayat, dalam cuitannya di Twitter, 6 April.
Diketahui, dalam IHPS II Tahun 2017 BPK mengungkapkan 4.430 temuan yang memuat 5.852 permasalahan. Itu meliputi, pertama, 1.082 (19 persen) permasalahan kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, 1.950 (33 persen) permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan senilai Rp10,56 triliun. Ketiga, 2.820 (48 persen) permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan senilai Rp2,67 triliun.
Dari permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan itu, sebanyak 1.452 permasalahan (74 persen) senilai Rp10,56 triliun yang mengakibatkan sejumlah hal.
Yakni, kerugian sebanyak 840 permasalahan (58 persen) senilai Rp1,46 triliun; potensi kerugian sebanyak 253 permasalahan (17 persen) senilai Rp5,04 triliun; dan kekurangan penerimaan sebanyak 359 permasalahan (25 persen) senilai Rp4,06 triliun.
Selain itu, terdapat 498 permasalahan (26 persen) ketidakpatuhan yangmengakibatkan penyimpangan administrasi.
Temuan kerugian itu sendiri merupakan gabungan hasil pemeriksaan terhadap Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN/BUMD dan badan lainnya.
Pemerintah Pusat sendiri menyumbang kerugian terbesar. BPK mendeteksi kerugian sebesar Rp1,154 triliun, potensi kerugian sebesar Rp77,029 miliar, dan kekurangan penerimaan Rp116,431 miliar.
Pemerintah Daerah menyumbang kerugian sebesar Rp207,559 miliar, potensi kerugian Rp1,7 triliun, dan kekurangan penerimaan sebesar Rp125,5 miliar.
 Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Moermahadi Soerja Djanegara, di Jakarta, 2017. ( CNN Indonesia/M. Andika Putra) |
Sementara, BUMN dan badan lainnya terdeteksi memberi kerugian sebesar Rp99,351 miliar, potensi kerugian senilai Rp3,245 triliun, dan kekurangan penerimaan sebesar Rp3,824 triliun.
Contoh masalah ketidakpatuhan itu antara lain, pertama, permasalahan di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Yakni, berupa pemahalan harga atas pengadaan tiang baja pada pembangunan Pelabuhan Perikanan Ranai dan pengadaan peralatan Sea Water Reverse Osmosis (SWRO) untuk Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan dan Pekalongan.
Selain itu, ada denda keterlambatan pengadaan empat unit kapal ikan mengakibatkan kekurangan penerimaan di lingkungan KKP, serta pemborosan keuangan karena pengadaan barang/ jasa yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
"Nilai [totalnya] Rp39,8 miliar," tulis BPK.
Kedua, permasalahan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat berupa kekurangan volume atas beberapa paket pekerjaan pembangunan dan rekonstruksi jalan pada Satuan Kerja Non-Vertikal - Pelaksanaan Jalan Nasional (SNVT PJN) di wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat. Nilainya mencapai Rp576,16 miliar.
Ketiga, pengelolaan dana bantuan sosial (bansos) di Kementerian Sosial yang belum tertib. Akibatnya, terdapat penyaluran dana bansos yang tidak sesuai dengan ketentuan, serta dana bansos Program keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai yang tidak dapat disalurkan dan masih berada di bank-bank penyalur, belum dikembalikan ke kas negara. Nilanya mencapai Rp79,90 miliar.
Atas masalah ketidakpatuhan tersebut, BPK merekomendasikan kepada para pejabat terkait agar menyusun dan menetapkan pedoman petunjuk teknis (SOP) yang diperlukan.
"Memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku kepada pejabat atau petugas yang lalai, serta menagih kerugian dan kekurangan penerimaan atau pendapatan yang terjadi untuk kemudian menyetorkan ke kas negara atau daerah," tulis BPK.
Selama proses pemeriksaan, pihak yang diperiksa telah menindaklanjuti dengan menyerahkan aset atau menyetor ke kas negara atau daerah atau perusahaan sebesar Rp65,91 miliar (0,62 persen).
Sebelumnya, Brigadir Jenderal Firli dilantik sebagai Deputi Penindakan KPK, pada Jumat (6/4). Ia menggantikan Heru Winarko yang diangkat menjadi Kepala BNN.
Ia mengaku akan mempelajari lingkungan kerjanya dan mengenal rekan-rekannya di bagian penindakan agar dapat menjalankan tugas dengan baik.
"Saya harus mengaudit diri saya dan kedeputian saya. Artinya siapa saja orangnya, karena bagaimana kita bisa bekerja kan tidak bisa sendiri, semua harus bergerak," ucapnya, seusai dilantik.
(arh/gil)