Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy membela Presiden Joko Widodo atas polemik Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan
Tenaga Kerja Asing (TKA) yang ditanggapi negatif oleh berbagai pihak. Muhadjir melihat, kehadiran TKA harus bisa dimanfaatkan dengan menyerap ilmu dari mereka.
Menurut Muhadjir, kesuksesan Jokowi saat masih menjadi pengusaha mebel contohnya. Kata Muhadjir,
Jokowi sukses karena belajar dan menyerap ilmu bisnis dari negara asing.
"Pak Jokowi, ya, yang bekerja dengan saya. Beliau itu kenapa mampu bersaing di dalam ekspor, itu karena beliau belajar dari desainer-desainer Eropa, bahkan beliau pernah cerita beliau itu tengah malam menyelinap belajar sendiri," kata Muhadjir pada sambutannya di acara Revitalisasi Bantuan SMK, Jakarta, Rabu (25/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Muhadjir menilai kebijakan Jokowi mempermudah jalan bagi TKA untuk masuk ke Indonesia bukanlah bermaksud menyingkirkan tenaga kerja dalam negeri. Hal itu, kata dia, dimaksud agar para pekerja lokal mampu belajar dan mendapat ilmu dari para pekerja asing.
"Karena itu, kenapa beliau sangat getol minta supaya orang asing masuk. Jadi, bukan karena ingin membuang tenaga kerja di sini, bukan," ujarnya.
Jika Indonesia ingin menciptakan tenaga kerja yang hebat, kata Muhadjir, maka pemerintah dan industri harus menarik TKA masuk untuk membagikan ilmunya.
"Dan kita serap kesaktiannya, ilmunya itu. Kemudian, kita cari di mana kelemahannya supaya kita lebih unggul dari dia," kata Muhadjir.
Di sisi lain, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan menuntut pencabutan Perpres TKA dan menolak kehadiran TKA buruh kasar dari China dalam perayaan Hari Buruh pada 1 Mei mendatang.
Mereka mempertanyakan kehadiran TKA buruh kasar dari China ke Indonesia. Presiden KSPI Said Iqbal menilai kehadiran para pekerja itu melenceng dari tujuan investasi masuk ke Indonesia, termasuk dari China, yaitu untuk mengurangi angka kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja baru bagi rakyat Indonesia.
Menurutnya, investasi itu berpotensi tidak memberikan manfaat untuk pekerja lokal, apabila pekerja lokal tidak bisa bekerja di pabrik atau perusahaan dari China tersebut.
(osc)