Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyebut bahwa
PDIP menjadi yang tertinggi dipilih responden dalam surveinya karena terdongkrak oleh kedekatan dengan Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
Namun, 'Banteng' masih berpeluang disaingi oleh Partai Golkar, dan Partai Gerindra.
Peneliti LSI Ardian Sofa mengatakan ada tiga partai yang masuk ke dalam divisi utama karena perolehan suaranya melebihi 10 persen dalam surveinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka adalah PDIP, dengan perolehan suara 21,70 persen; Partai Golkar, dengan suara 15,30 persen; dan Partai Gerindra, dengan raihan 14,70 persen.
"Tiga partai ini berada di divisi utama dan berebut menjadi juara di pemilu legislatif 2019," kata Ardian, di kantornya, Rawamangun, Jakarta, Selasa (8/5).
Hal ini didasarkan survei pada 28 April hingga 5 Mei 2018 terhadap 1.200 responden dengan
metode multistage random sampling.
Margin of error survei sebesar 2,9 persen.
Dalam survei ini, lanjutnya, responden juga diminta menjawab satu pilihan partai mana yang sekiranya akan mengusung Jokowi sebagai calon Presiden 2019. Hasilnya, sebanyak 65 persen responden menilai Jokowi akan diusung oleh PDIP.
 Presiden Joko Widodo (kiri) dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, di Istana Merdeka, Jakarta, beberapa waktu lalu. ( CNN Indonesia/Christie Stefanie) |
Kemudian, sebanyak 20,0 persen menjawab Jokowi diusung oleh gabungan partai lain, dan yang tidak menjawab atau tidak tahu sebanyak 15 persen.
"Ini yang membuat PDIP bertahan di Puncak Klasemen, walau tergerus isu Puan Maharani dan Pramono Anung di kasus e-KTP," kata Ardian.
Diketahui, nama Ketua DPP PDIP non-aktif Puan Maharani dan politikus PDIP Pramono Anung disebut dalam sidang kasus korupsi e-KTP.
Menurut Ardian, sedikitnya ada empat cara yang dapat dilakukan partai politik untuk mendongkrak elektabilitasnya. Pertama, terasosiasi kuat dengan calon presiden yang juga memiliki elektabilitas tinggi.
Kedua, memiliki program yang popular dan dikenal luas. Ketiga, partai politik tidak terkait dengan skandal. Keempat, melakukan ekspos isu positif partai secara masif dan terstruktur.
Hilang dari DPRSurvei LSI Denny JA juga mengategorikan parpol divisi menengah yang diisi oleh parpol yang perolehannya kurang dari 10 persen namun masih di atas ambang batas parlemen (
parlementary treshold) sebesar 4 persen, yakni PKB dengan perolehan 6,20 persen dan Partai Demokrat 5,80 persen.
Sementara, divisi bawah diisi oleh parpol dengan raihan suara tidak mencapai ambang batas parlemen 4 persen, yakni PAN dengan perolehan 2,50 persen, Partai Nasdem 2,30 persen, Perindo 2,30 persen, PKS 2,20 persen, dan PPP 1,80 persen.
Menurut Ardian, kelima partai ini harus berusaha keras agar bisa berada di parlemen.
 Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, di Jakarta, Jumat (27/4). ( CNN Indonesia/Abi Sarwanto) |
Pada kategori divisi nol koma, ada enam partai yang bersaing. Yakni, Partai Hanura dengan perolehan 0,70 persen, PBB 0,40 persen, Partai Garuda 0,30 persen, PKPI 0,10 persen, PSI 0,10 persen, dan Partai Berkarya 0,10 persen.
"Tanpa usaha ekstra, ekstra, ekstra maka enam partai ini akan hilang di DPR periode 2019-2024," tandas Ardian.
Diketahui, elektabilitas Jokowi dalam sejumlah survei jauh mengungguli pesaing-pesaingnya. Yang terdekat hanyalah Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Survei yang dilakukan oleh Polcomm Institute, Maret 2018, menunjukkan elektabilitas Jokowi sebesar 49,08 persen dan Prabowo sebesar 29,67 persen.
Survei Populi Center, Februari, menyebut elektabilitas Jokowi mencapai 64,3 persen, sementara Prabowo sebesar 25,3 persen.
Selain itu, survei Litbang Kompas, pada 21 Maret-1 April, menunjukkan bahwa elektabilitas Jokowi mencapai 55,9 persen, atau naik signifikan dibanding Oktober 2017 yang mencapai 46,3 persen.
Sementara itu, elektabilitas Prabowo Subianto mencapai 14,1 persen, turun dari hasil survei enam bulan lalu yang mencapai 18,2 persen.
Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) Djayadi Hanan, dalam tulisan yang diunggah di laman saifulmujani.com, menyebut ada hubungan erat antara pencalonan Jokowi dengan peningkatan elektabilitas parpol pengusung. Hal itu terjadi merupakan efek ekor jas (coat-tail effect).
(arh/gil)