Jakarta, CNN Indonesia -- Bus rombongan peziarah terpantau hilir mudik sejak pagi hingga siang di kompleks Makam Habib Hasan Al Haddad atau lebih akrab disebut
Mbah Priuk, di daerah Koja, Jakarta Utara, Selasa (8/5).
Tak heran, gaung nama Mbah Priuk sudah terdengar hingga seluruh Indonesia. Konon dia dipercaya sebagai salah satu Wali Allah S.W.T dan tokoh penyebar Islam di tanah Jakarta. Hal itu menjadi magnet bagi masyarakat untuk berziarah.
Kepala Yayasan Makam Mbah Priuk Wahyudin (28), percaya betul kalau sosok itu adalah orang suci yang ditugasi Allah S.W.T. menyebarkan ajaran tauhid di tanah Betawi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wahyu bertutur Mbah Priuk adalah seorang alim ulama, wali Allah S.W.T yang lahir di tanah Palembang pada medio 1727. Mbah Priuk, kata Wahyu, senang sekali berziarah dan menyebarkan ilmu tauhid salah satunya di tanah Betawi.
Menurut Wahyudin, usia sang habib tak panjang. Pada umur 29 tahun Mbah Priuk mengembuskan napas terakhirnya, akibat sebuah kecelakaan di lautan pada medio 1756. Jasad Mbah Priuk konon ditemukan di sekitar pantai Tanjung Priuk dan dimakamkan di Pondok Dayung, yang saat ini menjadi Kompleks Satuan Komando Armada Angkatan Laut RI.
Kisah Mbah Priuk tak berhenti di situ. Suatu waktu pada masa penjajahan, kata Wahyu, Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda hendak mendirikan sebuah pelabuhan di Pondok Dayung, dekat pusara Mbah Priuk.
Sekali, dua kali, petugas pemerintahan kolonial Belanda selalu gagal memindahkan makam itu. Konon, beberapa petugas itu jatuh sakit saat hendak membongkar makam Mbah Priuk.
"Orang Belanda itu melihat ada orang putih berjubah memegang tasbih, mereka cari seorang yang bisa berdialog dengan sosok itu," ujar Wahyu kepada
CNNIndonesia.com, di kompleks Makam Mbah Priuk, Koja, Jakarta Utara, Selasa (8/5) kemarin.
"Habib Hasan (sosok itu) bilang kalau mau dipindahkan temui adik saya yang di Palembang namanya Habib Zein Bin Muhammad Al Haddad," kata Wahyudin.
Singkat cerita, setelah Habib Zein 'berkomunikasi' dengan sosok yang ditengarai sebagai Habib Hassan, barulah makam tersebut bisa dipindahkan ke Koja. Makam itu pun berdiri kokoh di tengah hiruk Pelabuhan Tanjung Priuk hingga saat ini.
Sejarawan JJ Rizal berpendapat lain. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, Mbah Priuk bukanlah salah satu pendakwah Islam berpengaruh di tanah Betawi.
 Gapura kompleks makam Mbah Priuk (AFP PHOTO / ADEK BERRY) |
Cerita petualangan dan sepak terjang Mbah Priuk dalam menyebarkan syiar Islam di tanah Batavia tak lain hanya cerita belaka menurut Rizal, bukan sejarah. Nama Mbah Priuk, kata Rizal, tidak pernah disebut sebagai seorang ulama di Betawi.
"Secara historis dalam
network orang yang dianggap berjasa mengislamkan tanah Betawi, tak tercantum nama Mbah Priuk alias Habib Hasan al-Hadad. Sebut saja studi penting Abdul Azis, Islam dan Masyarakat Betawi (1998)," kata Rizal berdasarkan hasil penelitiannya.
Rizal mengatakan dalam silsilah tokoh-tokoh yang dianggap berjasa membuat Betawi identik dengan Islam, sosok Mbah Priuk tak pernah disebut.
Hanya saja, kata Rizal, ada sumber lain membenarkan terdapat seseorang bernama Hasan al-Haddad yang dimakamkan di Pondok Dayung, Tanjung Priuk. Rizal menyebut Hasan adalah cucu buyut dari Habib Hamid, pemuka agama yang wafat pada 19 Juli 1820 dan dimakamkan di Kampung Ulu, Palembang.
Hanya saja tidak terdapat data Hasan adalah seorang alim ulama. Menurut Rizal, Hasan bekerja sebagai awak kapal Syekh Mahdiyid, dengan rute pelayaran Palembang-Bangka Belitung. Berbeda dengan yang dituturkan Wahyu, menurut Rizal Hasan lahir di Palembang pada 1874, bukan 1727.
"Pada 1927, ia meninggal dalam sebuah pelayaran ke Jawa untuk menziarahi makam Wali Songo dan Habib Husein bin Abubakar Alaydrus di Luar Batang," kata Rizal.
Sarat Konflik Hingga Jadi Cagar BudayaSejarah mencatat kompleks Makam Mbah Priuk menjadi pernah pusat kontroversi dan konflik. Salah satunya adalah Tragedi Tanjung Priuk delapan tahun silam.
Wahyu mengenang saat itu ribuan Satpol PP mengepung Kompleks Makam Mbah Priuk, pada 14 April 2010. Hanya sebanyak 80 orang pengurus makam yang bertahan mengadang penggusuran.
Konflik itu pecah akibat sengketa antara ahli waris makam dengan PT Pelindo II. Ahli waris mengklaim kepemilikan tanah dengan mendasarkan pada Eigendom Verponding (surat tanah zaman kolonial) nomor 4341 dan nomor 1780 di lahan seluas 5,4 hektare.
Sedangkan, status tanah itu berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara 5 Juni 2002 adalah milik PT Pelindo II. Hal ini sesuai dengan hak pengelolaan lahan (HPL) Nomor 01/Koja dengan luas 145,2 hektare.
Pemerintah provinsi DKI Jakarta membawa ribuan Satpol PP hingga Brimob bersenjata lengkap buat mengeksekusi tanah sengketa itu. Saat penggusuran Wahyu bersama ke-80 orang lainnya hanya bertahan dan tidak menyerang.
Menurut Wahyu, karena saat itu petugas sudah merangsek masuk ke kompleks makam, ia bersama 80 pengurus lainnya mau tak mau harus mempertahankan wilayahnya dengan senjata seadanya.
Pertempuran pun pecah, kata Wahyu, korban berjatuhan terutama dari pihak Satpol PP dan Brimob yang mengepung saat itu.
"Waktu itu mereka ada yang bawa perisai, senjata segala macam, kami cuman pakai alat rebana, beberapa senjata tajam dan jumlah kami 80 orang, kami melawan mereka karena sudah masuk," kata Wahyu.
"Dengan pertolongan Allah kami menang, itu bukti cinta Habib Hasan kepada kami, waktu itu katanya ada satpol PP yang lihat orang tinggi berjubah putih, sampai burung hud yang melempar batu, itu gaib, mereka (Satpol PP) yang katanya lihat," ujarnya.
Wahyu bilang tak hanya sekali bentrokan terjadi karena sengketa lahan di Kompleks Makam Mbah Priuk. Ia menyebut paling tidak sejak zaman Orde Baru hingga reformasi sudah ada enam kali bentrokan, termasuk Tragedi Tanjung Priuk April 2010 silam.
"Kalau enggak salah ada enam kali, tahun 1994 ada, saya lupa persisnya tapi sudah beberapa kali di sini," ujar dia.
Tujuh tahun setelah Tragedi, itu Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadikan makam Mbah Priuk sebagai cagar budaya yang perlu dilindungi.
Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat meresmikan Makam Mbah Priuk sebagai cagar budaya. (Detikcom/Nathania Riris Michico) |
Diresmikannya makam tersebut sebagai cagar budaya tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 438 Tahun 17 tentang Penetapan Kawasan Makam Habib Hasan (Mbah Priuk), sebagai lokasi yang dilindungi dan diperlakukan sebagai situs cagar budaya.
Rencananya, kata Wahyu, selain jadi cagar budaya di kompleks Makam Mbah Priuk hendak didirikan sekolah hingga Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) oleh Ahok. Namun, kata Wahyu, Ahok keburu masuk penjara sehingga rencana tersebut urung dilaksanakan.
(ayp/gil)