Jakarta, CNN Indonesia -- Kepolisian menyebut rentetan teror
bom Surabaya didalangi oleh Jamaah Ansharut Daulah (JAD), kelompok terkait
ISIS yang beroperasi di Indonesia. Kelompok itu baru berdiri pada 2015, tapi terus mengancam sejak serangan pertamanya di Thamrin, satu tahun kemudian.
Pengamat teroris, Harits Abu Ulya, mengatakan serangan yang memakan belasan korban jiwa di Surabaya dilakukan "untuk menunjukkan eksistensi dari kelompok teror dan membuat kacau situasi kondisi sosial politik di Indonesia."
Melalui pesan tertulis kepada
CNNIndonesia.com, Minggu (13/5), Harits mengatakan serangan itu dilakukan dengan terorganisir, melibatkan banyak kelompok dan telah direncanakan sejak jauh hari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Walau demikian, dia tidak menyebut jaringan mana yang ada di balik teror ini.
"Kita berharap polisi segera menemukan titik terang ... dan bisa diungkap aktor di balik serangan bom bunuh diri di Surabaya," kata Harits.
Sesuai harapan Harits, Kapolri Jenderal Tito Karnavian kemudian menyebut serangan di tiga gereja Surabaya dilakukan oleh enam orang, yakni pasangan suami-istri dan empat anaknya.
Menurutnya, sang suami yang berinisial D diduga kuat adalah Ketua JAD Surabaya.
Tito juga menyebut motif serangan itu tak lepas dari kekalahan ISIS di Timur Tengah. Negara de facto mereka, yang disebut Daulah Islamiyah, terus kehilangan wilayah di Irak dan Suriah.
JAD adalah kelompok yang mendukung keberadaan negara pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi itu; jamaah ansharut daulah sendiri secara harfiyah berarti jemaat pembela negara.
Kelompok itu dipimpin oleh Aman Abdurahman, tokoh yang diyakini sebagai pemimpin ISIS di Indonesia dan bertanggung jawab atas serangan mematikan di Thamrin, awal 2016.
 Aman Abdurahman diyakini sebagai pemimpin ISIS di Indonesia. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Selain terkait keadaan Timur Tengah, kata Tito, serangan di Surabaya juga dilakukan sebagai balasan atas perlakuan pemerintah terhadap lelaki yang kini mendekam di balik jeruji.
"Diduga pembalasan kelompok JAD karena Aman Abdurahman, yang harusnya keluar Agustus tahun lalu, ditangkap kembali," kata Tito.
Sumber
CNNIndonesia.com di lingkungan aparat antiteror menyebut kelompok ini beroperasi di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Maluku.
Para pimpinan dari masing-masing wilayah itu kerap bertemu di sejumlah lokasi. Salah satunya adalah di Malang, tak jauh dari Surabaya, antara 2015-2016 lalu.
Kala itu, mereka membicarakan persamaan persepsi, pembentukan struktur dan rencana amaliyah atau aksi teror.
Selain itu, mereka juga menyebarkan pahamnya, merekrut anggota baru dan memberangkatkan WNI ke untuk bergabung dengan ISIS di Suriah.
Kepolisian memperkirakan ratusan warga Indonesia telah hijrah ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS. Polisi pun menduga diduga berangkat diberangkatkan oleh JAD.
Jaringan internasional JAD sampai menarik perhatian pemerintah Amerika Serikat. Negara tersebut menetapkan Jamaah Ansharu Daulah sebagai organisasi teroris pada 2017 lalu, dua tahun setelah didirikan.
 ISIS kehilangan sebagian besar wilayahnya di Timur Tengah. (REUTERS/Erik De Castro) |
Dengan demikian, AS sekaligus menjatuhkan sanksi terhadap orang-orang yang diduga terkait kelompok tersebut.
"Konsekuensinya termasuk melarang warga AS berhubungan dan bertransaksi dengan Jamaan Ansharut Daulah, dan membekukan semua properti ... Jamaah Ansharut Daulah yang kini atau kelak berada di Amerika Serikat," bunyi pernyataan
Kementerian Luar Negeri AS.
Tak hanya Amerika, keberadaan JAD juga disoroti oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Menurut laporan PBB, JAD adalah kelompok yang menjadi kunci keberadaan ISIS di Indonesia.
"Di Indonesia, Jamaah Ansharut Daulah ... masih menjadi jaringan kunci terkait ISIL (nama lain ISIS) ... [kelompok itu] telah membangun keberadaan di sejumlah provinsi," bunyi laporan
PBB.
Pemerintah Indonesia tengah menggodok revisi undang-undang antiterorisme. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan pihaknya bisa membentuk tim khusus menanggulangi JAD jika revisi telah disahkan.
Namun, revisi UU tersebut masih mandek di proses legislatif dan ancaman teror belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
(aal/asa)