Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyatakan sekolah bakal menindak anak yang tidak mau mengikuti pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) maupun mengikuti upacara bendera.
Hal tersebut ditegaskan Muhadjir menanggapi sikap anak terduga pelaku teror
bom bunuh diri di gereja Surabaya yang disebut kawan-kawannya enggan mengikuti pelajaran PKN dan upacara bendera selama di sekolah.
"Kita akan panggil orang tuanya [murid tak ikut pelajaran PKN dan upacara], kita beri tindakan, pengarahan," ujar Muhadjir saat ditemui di kantor wakil presiden, Jakarta, Rabu (16/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, Muhadjir membantah kabar-kabar yang menyebut sang anak pelaku bom Surabaya tak mau mengikuti pelajaran PKN dan upacara bendera. Terkait kabar tersebut, Muhadjir mengaku telah memanggil kepala sekolah dan wali kelas sang anak.
"Saya sudah panggil kepala sekolah, guru kelas, enggak ada itu, karena kalau betul terjadi pasti sekolah sudah menindak. Kecuali sekolah di luar kontrol Kemendikbud ya," katanya.
Namun, keterangan yang disampaikan Muhadjir itu berbeda dengan apa yang diungkap Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini. Setelah bom di tiga gereja terpisah di Surabaya pada Minggu (13/5), Risma menyatakan berdasarkan laporan yang diterimanya bahwa anak terduga pelaku teror itu tak mau mengikuti pelajaran PKN dan upacara bendera. Bahkan anak itu dinilai tak lumrah karena memiliki cita-cita mati syahid.
Sementara itu, Muhadjir mengatakan berdasarkan laporan yang ia terima dari sekolah, dua anak berkelamin laki-laki dengan inisial YF dan FH itu dikenal kerap mengikuti upacara bendera.
"Anak itu baik, yang satu periang, yang satu pendiam. Bahkan kakaknya sering mimpin upacara, jadi enggak ada tanda anak-anak itu melakukan penyimpangan," tuturnya.
Menurutnya, guru di sekolah semestinya sudah mengetahui jika anak itu benar tak mau mengikuti pelajaran PPKn dan upacara bendera.
"Kan enggak naik kelas juga kalau enggak ikut PMP (PKN)," imbuhnya.
Ia juga membantah soal anak terduga pelaku teror di Mapolrestabes Surabaya yang disebut
home schooling atau sekolah nonformal di rumah. Dari sejumlah informasi menyebut anak itu mendapatkan pendidikan langsung dari ayahnya, terduga pelaku teror.
"Enggak sekolah itu. Memang enggak dibolehkan sekolah sama orang tuanya," ucap Muhadjir.
Selain itu, Muhadjir menyatakan Kemendikbud saat ini tengah mematangkan Program Penguatan Karakter (PPK) termasu untuk mengantisipasi masuknya paham radikalisme ke anak-anak di sekolah.
"Ya sekarang baru jalan. Perpresnya kan baru ada 2017, ini sedang dibenahi semua," katanya.
Rentetan teror bom terjadi di tiga gereja di Surabaya pada Minggu (13/5). Teror itu diduga dilakukan satu keluarga. Tiga gereja yang diteror itu adalah Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel pada pukul 06.30 WIB. Lantas bom kedua meletup di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jalan Diponegoro pukul 07.15 WIB, disusul serangan bom ketiga di Gereja Pantekosta di Jalan Arjuno pada pukul 07.53 WIB.
Sehari kemudian, terjadi lagi teror bom bunuh diri yang dilakukan satu keluarga dengan target sasaran Mapolrestabes Surabaya, Senin (14/5) pagi.
(kid/sur)