Jakarta, CNN Indonesia -- Saksi ahli kasus merintangi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tersangka Fredrich Yunadi menyebut korupsi bukan bagian dari kejahatan luar biasa.
Saksi ahli bernama Ahmad Yani itu melontarkan pernyataan itu saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (18/5).
"Pandangan saya bukan [kejahatan] luar biasa, yang luar biasa itu terorisme dan narkoba," kata Yani.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa KPK Roy Riady kemudian mempertanyakan pernyataan Yani tersebut. Ia mempermasalahkan jika korupsi bukan kejahatan luar biasa mengapa perlu dibuat undang-undang sebagai dasar untuk memberantas korupsi di Indonesia.
Menurut Roy dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi telah dijelaskan jika korupsi adalah kejahatan luar buasa yang bisa berdampak pada sosial dan ekonomi masyarakat.
Namun, Yani yang juga mantan anggota Komisi III DPR ini kembali menegaskan jika korupsi bukanlah kejahatan luar biasa.
"Tolong JPU kasih tahu saya literatur di internasional itu korupsi extra ordinary," ujarnya.
Lebih lanjut, Roy juga mempertanyakan mengapa perlu dibuat lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika korupsi bukan kejahatan luar biasa.
Yani menyebut pembentukan KPK dilakukan karena pada saat itu Polri dan Kejaksaan Agung dinilai beluk maksimal dalam menangani perkara korupsi.
"KPK dibentuk, ada Polri dan Kejagung belum optimal maka KPK dibentuk," ujar Yani.
Yani dihadirkan sebagai saksi ahli yang diajukan Fredrich Yunadi.
Fredrich diduga merintangi penyidikan korupsi e-KTP bersama dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo. Keduanya disebut merekayasa agar Setnov dirawat inap saat mengalami kecelakaan pada November 2017 untuk menghindari penyidik KPK.
(ugo)