Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Menteri Koordinator bidang Perekonomian
Rizal Ramli mengaku khawatir akan terjadi perubahan kekuasaan yang lebih cepat di Indonesia sebelum
pemilu tahun 2019.
"Kami khawatir jangan-jangan bisa terjadi perubahaan sesuatu yang lebih cepat sebelum tahun 2019 dari perubahan yang terjadi tahun 1998," kata Rizal di Gedung Joeang 45, Jakarta, Senin (21/5).
Hal itu diungkapkan mantan Kepala
Badan Urusan Logistik (Bulog) ini karena melihat situasi Tanah Air saat ini. Menurutnya sekarang terdapat kesamaan gejala krisis yang terjadi pada 20 tahun lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rizal mengatakan perubahan kekuasaan yang terjadi pada akhir era Orde Baru itu dipicu oleh krisis kepercayaan, ekonomi, pangan, dan moneter pada saat bersamaan.
Gejala krisis itu sudah terlihat saat ini dengan melemahnya
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang mencapai Rp14.190 dan beberapa gejala krisis ekonomi lainnya.
"Kalau kita tidak hati-hati hari ini mulai ada krisis kepercayaan ada krisis ekonomi mulai ada gejala awal krisis moneter dan kalau tidak hati-hati ada keresahan juga dari berbagai kelompok yang merasa tidak aman dan nyaman," tutur Rizal.
Hal itu, kata Rizal, akan sulit dihindari apabila pemerintah terus menerus salah langkah dalam menentukan kebijakan. Kesalahan-kesalahan tersebut dapat berujung kepada sikap antipati dan hilangnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah yang berkuasa saat ini.
"Tapi kadang-kadang ada hal-hal yang susah dihindari karena banyak sekali
blunder, banyak sekali salah langkah yang menimbulkan antipati dan membuat suasana makin sulit, dan kebijakan moneter dan juga ekonomi yang
slide down itu bisa menimbulkan masalah-masalah yang di luar dugaan," katanya.
 Jika rezim Jokowi salah mengambil kebijakan, kriris tahun 1998 disebut akan kembali terjadi dengan kondisi yang lebih parah. (CNN Indonesia/Christie Stefanie) |
Kendati demikian, ia berharap reformasi 20 tahun silam tidak perlu terjadi. Hal itu karena seluruh masyarakat ingin pergantian kekuasaan berjalan sesuai dengan aturan.
"Kita tidak ingin itu terjadi karena kita ingin mengikuti jadwal dan agenda pemilihan yang demokratis," terangnya.
Reformasi Indonesia dan Anwar IbrahimRizal Ramli juga menyinggung politikus dan pejuang reformasi Malaysia
Anwar Ibrahim belajar dari reformasi di Indonesia 20 tahun silam.
Hal itu kata Rizal terlontar dari Anwar pada saat ia bertemu dengannya Kemarin (20/5) malam di Grand Melia, Jakarta.
"Anwar belajar dari reformasi Indonesia untuk mengganti rezim yang otoriter," terang Rizal di Gedung Joeang 45, Jakarta, Senin (21/5).
 Rizal Rami bertemu Anwar Ibrahim dan bertukar pandang soal cara mengganti rezim otoriter. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Rizal bertutur yang dipelajari Anwar dari reformasi di Indonesia adalah cara untuk mengganti rezim otoriter dengan menindak penguasa-penguasa yang tidak melaksanakan amanah.
Penguasa yang tidak amanah tersebut disebut Rizal 'Lanun' atau pencuri dalam bahasa Malaysia.
Selain itu, ia juga kagum dengan sikap Anwar yang memaafkan Perdana Menteri Malaysia terpilih Mahatir Mohamad mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak. Padahal Anwar pernah dipenjarakan oleh Mahatir pada 1998 silam dan Najib pada 2015 lalu.
"Menarik sekali kemarin malam saya ketemu Anwar Ibrahim orangnya luar biasa dia bisa memaafkan Najib dan Mahatir, walaupun proses hukum harus tetap dilaksanakan" ujar Rizal.
Lebih lanjut, Rizal berharap dengan kepemimpinan Mahatir saat ini akan terjadi perubahan yang besar di Malaysia. Ia berharap tokoh-tokoh yang korup di Malaysia akan diadili dan dibersihkan.
"Insha Allah dengan Mahatir akan ada perubahan besar di Malaysia tokoh-tokoh yang korup yang lancung akan diproses dan akan diadili dan akan ada pembersihan-pembersihan," katanya.
(dal/sur)