Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Komisi II DPR fraksi Partai Persatuan Pembangunan Achmad Baidowi menyatakan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) mesti mematuhi hasil rapat dengar pendapat perihal eks koruptor tetap dapat mendaftar sebagai calon anggota legislatif.
Sebelumnya, rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi II dengan KPU, Bawaslu, dan Kemendagri menyimpulkan mantan napi korupsi tetap dapat mendaftar sebagai caleg pada Pemilu 2019.
Menurut Baidowi, KPU tidak bisa mencantumkan larangan bagi mantan napi korupsi yang ingin menjadi caleg dalam Peraturan KPU (PKPU).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hasil RDP sesuai UU MPR, DPR, dan DPRD (MD3) wajib diikuti," kata Baidowi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (23/5).
Baidowi mengatakan bahwa Komisi II setuju dengan semangat KPU yang berencana melarang mantan napi korupsi menjadi caleg. Namun, jika itu diterapkan, bakal bertabrakan dengan Pasal 240 Undang-undangNomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam pasal tersebut, tidak ada larangan eks koruptor yang ingin menjadi caleg.
Baidowi menegaskan bahwa PKPU merupakan peraturan turunan dari Undang-undang Pemilu. Karenanya, muatan PKPU tidak boleh bertentangan dengan undang-undang tersebut.
"Jangan biasakan kita menabrak undang-undang. KPU sebagai lembaga negara harus bekerja sesuai UU tidak ada yang lain," ucapnya.
Sementara itu, anggota Komisi II Fraksi Partai Golkar Firman Soebagyo mengatakan hal serupa. Menurutnya, KPU mesti menghormati kesimpulan RDP.
"Sebenarnya rapat konsultasi kan harus mengikat karena kita membuat kesepakatan," ucap Firman saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Rabu (23/5).
Senada dengan Baidori, Firman juga mengatakan bahwa PKPU tidak boleh bertentangan dengan UU Pemilu. Terlebih, katanya, KPU merupakan pelaksana UU. DPR dan pemerintah yang membuat UU.
"Kalau tetap memasukkan larangan, KPU melanggar UU dan itu ada konsekuensinya," ucap Firman.
Firman keberatan jika fraksi Golkar disebut memberikan jalan kepada mantan napi korupsi menjadi caleg. Golkar, katanya, setuju bahwa pemilu dapat lebih bersih jika eks koruptor tidak ikut dalam kontestasi. Namun UU Pemilu tidak mengatur tentang itu.
Menurut Firman ada langkah lain yang bisa ditempuh demi menciptakan pemilu yang bersih dan tidak menabrak undang-undang yang ada.
"Fraksi partai Golkar mengusulkan agar KPU bersurat kepada semua partai agar tidak mencalonkan mantan narapidana sebagai Caleg. Itu solusinya," kata Firman.
Sebelumnya, KPU berencana melarang mantan napi korupsi mendaftar sebagai calon anggota legislatif pada Pemilu 2019. KPU bertekad memasukkan larangan itu dalam PKPU.
Namun, Komisi II DPR berpendapat lain dalam rapat dengar pendapat, Selasa (22/5). Begitu pun dengan sikap Bawaslu dan Kemendagri. Menurut mereka, KPU tidak dapat memuat larangan itu lantaran UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu tidak melarang eks koruptor menjadi caleg.
(arh/sur)