LPSK Mendorong Kompensasi atas Korban dalam RUU Terorisme

Kustin Ayuwuragil | CNN Indonesia
Kamis, 24 Mei 2018 05:54 WIB
LPSK berharap dalam revisi RUU Terorisme memasukkan usulan agar kompensasi atas korban terorisme tak lagi lewat putusan pengadilan.
Anggota keluarga Ipda Auzar mengantar jenazah petugas polisi yang tewas dalam aksi teror penyerangan Mapolda Riau tersebut menuju pemakaman, Rabu (16/5). (ANTARA FOTO/Rony Muharrman)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo berharap revisi Undang-Undang Terorisme yang tengah dalam tahap finalisasi di DPR tak melupakan kompensasi atas korban teror.

Ia menyatakan pihaknya ingin revisi atas UU Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme itu tak lagi memberikan kuasa pada pengadilan sebagai pihak pemutus ganti rugi atau kompensasi negara pada korban terorisme. Sebagai gantinya, LPSK mengajukan diri sebagai lembaga yang memutuskan akan diberikannya kompensasi tersebut.

"Kami minta restu dari rekan rekan semua dan seluruh masyarakat juga karena dalam perencanaan perubahan UU terorisme itu kompensasi oleh negara [untuk korban terorisme] itu tidak dilakukan melalui putusan pengadilan melainkan diserahkan pada LPSK," ujar Hasto dalam konferensi pers di Kantor LPSK, Rabu (23/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Ia menyatakan andai usul tersebut disepakati, korban akan lebih mudah dalam mendapatkan kompensasi negara.

Di dalam draf RUU Terorisme yang dilihat CNNIndonesia.com, soal kompensasi itu diterima korban dari negara lewat perantara lembaga urusan di bidang perlindungan saksi dan korban. Kompensasi itu dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan.

Lalu, dalam UU 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban pada pasal 7 disebutkan kompensasi diberikan oleh LPSK berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Hasto menyatakan kompensasi berupa uang ini sudah beberapa kali diberikan LPSK melalui putusan pengadilan. Pertama adalah untuk kasus bom Samarinda, di mana tujuh orang korban terorisme mendapat ganti rugi senilai Rp237.871.152.

Selain itu, majelis hakim juga mengabulkan tuntutan kompensasi kurang lebih Rp600 juta atas kasus bom di Medan, Sumatera Utara yang dieksekusi Syawaluddin Pakpahan. Terakhir, pemerintah melalui LPSK menggelontorkan Rp1,3 miliar untuk dua peristiwa bom di Jakarta yakni di Jalan MH Thamrin dan Kampung Melayu tahun lalu.

Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai, mengatakan sejauh ini majelis hukum baru bisa mengabulkan kerugian material. Sementara itu untuk kerugian imaterial yang tidak memiliki barang bukti masih belum pernah dibayar negara.

"Kalau yang material ada alat buktinya... misal kendaraan, rumah rusak atau biaya pengobatan. Ini harus ada bukti. Ada juga potential lost [yang perlu dihitung]," ujar Haris.

Potential lost yang dimaksudkan adalah potensi kerugian korban atau saksi pasca aksi terorisme. Biasanya kerugian ini diderita mereka yang kehilangan tulang punggung keluarga atau tempat berbisnis.


Revisi RUU Terorisme kembali dibahas di DPR pada Rabu (23/5). Dalam pembahasan di tingkat panitia khusus (pansus) itu, pemerintah bersama DPR mencoba menyepakati kembali isi dari revisi RUU Terorisme yang akan dimajukan untuk disahkan oleh Paripurna DPR.

Sebelumnya, Ketua Pansus RUU Terorisme Muhammad Syafi'i menyatakan persoalan tersisa sebelum pengesahan kini tinggal pada kesepakatan letak definisi terorisme, di mana DPR menghendaki motif dan tujuan politik atau ideologi dimasukkan ke dalam batang tubuh undang-undang.

Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Enny Nurbaningsih mengatakan rapat ini melanjutkan pembahasan sebelumnya pada 18 April lalu yang juga membahas soal definisi.

"Soal definisi ini kami sudah bahas pada saat itu, tetapi kemudian terpaksa terhenti karena kami perlu konsolidasi lebih dulu terkait dengan masukan dari DPR mengenai tambahan frasa," kata Enny di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (23/5). (kid)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER