Jakarta, CNN Indonesia -- Rapat kerja antara Komisi I DPR dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sepakat mengaktifkan Komando Operasi Pasukan Khusus Gabungan (
Koopssusgab). Gabungan pasukan elite dari tiga matra TNI itu akan diatur lewat instrumen Peraturan Pemerintah (PP) sebagai payung hukum pelaksana dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menjelaskan pembentukan Koopssusgab ini merupakan bagian dari operasi militer selain perang (OMSP) yang diatur Pasal 7 UU TNI, salah satunya untuk ikut dalam menanggulangi tindak pidana terorisme.
"Kami akan mendorong pemerintah supaya mengeluarkan PP. Sehingga apa yang kami inginkan dalam tindakan untuk menanggulangi aksi terorisme dengan satuan khusus ini memiliki payung benar-benar bisa efektif dan memiliki payung hukumnya," kata Hadi usai rapat di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (24/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hadi mengatakan sebelum PP keluar, maka salah satu unsur tiga matra TNI-Satgultor 81 Kopassus, Detasemen Jala Mengkara, dan Sat-90 Bravo Kopaskhas dapat beroperasi melalui nota kesepahaman (MoU) dengan Kepolisian untuk penanggulangan terorisme.
Pelibatan satuan elite TNI itu kata dia, bersifat di bawah komando operasi (BKO) Polri dalam rangka keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) atau OMSP dengan skala ancaman tertentu.
"Operasi khusus, ketika sangat-sangat teroris tingkat tinggi dan operasi khusus itu kami lakukan. Salah satu contoh pada waktu pembebasan kapal yang ada di Somalia, Operasi Woyla. Mungkin nanti akan ada operasi yang mirip seperti itu," katanya.
Hadi menegaskan saat ini Koopssusgab belum dapat diaktifkan, karena masih menunggu payung hukum keluar kecuali untuk kepentingan latihan. Untuk operasional Koopssusgab seperti struktur organisasi dan anggaran itu nantinya akan diatur juga melalui PP yang diajukan kepada presiden melalui Kementerian Pertahanan, Sekretaris Kabinet, dan kajian akademis.
 Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto sebelum rapat dengan Komisi I DPR membahas pengaktifan Koopssusgab, Jakarta, Kamis (24/5). (CNN Indonesia/Abi Sarwanto) |
Di sisi lain, pelibatan TNI secara umum dalam penanggulangan terorisme sesuai dengan pasal 43 revisi RUU Terorisme yang kini tengah dibahas akan menggunakan instrumen Peraturan Presiden (Perpres).
Menurut Hadi, nantinya operasi TNI dalam penanggulangan aksi terorisme mulai dari pencegahan, penindakan, pemulihan, pengawasan, cegah dini, deteksi dini, sampai dengan penindakan dalam satu rangka kegiatan OMSP.
Dikonfirmasi secara terpisah, Wakil Ketua Komisi I DPR Satya Widya Yudha mengatakan Koopssusgab nantinya merupakan pasukan siap panggil yang dapat digerakkan mengacu pada UU TNI untuk OMSP maupun UU Terorisme sebagai BKO Kepolisian dalam penanggulangan aksi terorisme.
Walaupun begitu, Satya mengatakan pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme berada di posisi hilir bukan di hulu. Dalam arti lain, mengacu UU Terorisme keterlibatan TNI bersifat penindakan.
"Koopsussgab ini lebih pada penindakan. Kalau hulu kan berarti ada pelibatan komunitas intelijen dan sebagainya, tapi Koopsussgab bukan didesain untuk itu, tapi untuk lebih pada penindakan atau hilirnya," kata Satya terpisah.
Satya berharap pemerintah segera menyelesaikan PP pembentukan Koopsussgab. Sebelum PP yang merupakan turunan UU TNI keluar, operasionalisasi Koopsussgab disebut akan menggunakan instrumen Perpres sebagai turunan UU Terorisme yang saat ini masih akan dimajukan ke Paripurna soal pengesahannya.
"
Action-nya setelah Perpres, karena kalau tidak duitnya dari mana. Pembentukannya boleh karena mengacu pada UU, tinggal operasionalisasi melalui Perpres," katanya.
(kid/pmg)