Jaksa Heran Rita Bayar Pajak 1 Persen dari Omzet Ratusan Juta

FAH | CNN Indonesia
Rabu, 30 Mei 2018 21:30 WIB
Manajer salon dan klinik kecantikan milik Bupati Rita Widyasari mengatakan omzet per bulan mencapai Rp120 juta, namun pajak yang dibayar hanya satu persen.
Bupati nonaktif Kutai Kartanegara Rita Widyasari saat menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Penuntut Umum heran dengan kesaksian anak buah terdakwa Rita Widyasari yang bekerja di salon dan klinik kecantikan miliknya. Bidang usaha itu beromzet ratusan juta, namun pajak yang dibayarkan hanya 1 persen.

Kesaksian tersebut disampaikan Yoli, penanggung jawab atau manajer salon dan klinik kecantikan itu saat sidang dugaan suap dan gratifikasi sejumlah proyek di Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dengan terdakwa Rita. Yoli dihadirkan sebagai saksi yang meringankan tuntutan jaksa.

Yoli ditanya soal omzet salon dan klinik kecantikan itu oleh jaksa. Dia mengungkapkan total penghasilan mencapai sekitar Rp120 juta rupiah per bulan. Sementara biaya operasional sekitar 20-30 persen dari omzet.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Jaksa bertanya soal gaji yang diterima Yoli. Ia menerima upah di bawah Rp10 juta. Sementara untuk dokter, bagi hasil sesuai perjanjian. Yoli juga menyebut ada 12 orang yang menjadi karyawan di salon itu.

"Gaji saya Rp6,5 juta per bulan. Kalau gaji untuk dokter sistemnya bagi hasil," kata Yoli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (30/5).

Yoli mengatakan hanya 1 persen pembayaran pajak untuk usaha salon milik Rita itu. Jaksa kemudian kembali bertanya perihal pajak tersebut karena merasa heran dengan besaran pajak yang dibayarkan hanya 1 persen dari omzet yang mencapai ratusan juta.

"Omzet Rp120 juta tapi bayar pajaknya hanya 1 persen, ini tidak salah?" kata Jaksa kepada Yoli.

Yoli pun membenarkan pertanyaan Jaksa. "Benar, Pak. Pajaknya 1 persen dari bruto, kan ini termasuk usaha jasa dan perdagangan," kata Yoli.


Yoli juga memastikan kewajiban membayar pajak itu dipenuhi setiap bulan. "Bayar pajak Pak setiap bulan kami bayar pajak," kata Yoli.

Dalam kasus ini, Bupati Rita didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp469,46 miliar dari sejumlah rekanan pelaksana proyek di Kabupaten Kutai Kartanegara. Ia didakwa bersama komisaris PT Media Bangun Bersama Khairudin yang banyak membantu menerima uang gratifikasi tersebut.

Jaksa lantas merinci penerimaan gratifikasi Rita. Di antaranya, Rp2,53 miliar dari para pemohon terkait penerbitan Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan (SKKL) dan izin lingkungan Badan Lingkungan Hidup Daerah Kukar secara bertahap, dan Rp220 juta terkait penerbitan AMDAL pada BLHD Pemkab Kukar.

Selain itu, ada uang Rp286,284 miliar terkait 867 proyek pada Dinas Pekerjaan Umum pemkab Kukar, uang Rp49,548 miliar terkait proyek pembangunan RSUD Parikesit, proyek pembangunan Jalan Tabang, dan proyek pembangunan SMAN Unggulan 3 Tenggarong.

Tak ketinggalan, proyek lanjutan semenisasi kota Bangun Liang Ilir, proyek kembang janggut kelekat Tenggarong, proyek irigasi Jonggon Kuker, dan pembangunan Royal World Plaza Tenggarong.


Rita juga disebut menerima uang Rp67,393 miliar dari pelaksana proyek pada Dinas Pendidikan pemkab Kukar. Tak hanya di situ, Rita bersama Khairudin juga menerima uang sebesar Rp18,9 miliar atas penjualan PT Gerak Kesatuan Bersama terkait pemberian izin pertambangan seluas 2.000 hektare.

Rita dan Khairudin dijerat pasal 12 B UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto pasal 65 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Rita juga dijerat dengan pasal 12 huruf b UU 20/2001 tentang Tipikor juncto pasal 64 ayat (1) KUHP. (pmg/asa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER