Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan narapidana kasus korupsi dipastikan tidak dapat mendaftar sebagai calon presiden dan calon wakil presiden serta calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada Pemilu 2019 mendatang.
Namun, untuk pencalonan anggota DPR, masih belum ada kepastian. Hingga saat ini aturan eks koruptor mencalonkan diri sebagai anggota DPR masih menjadi polemik.
Sementara larangan eks koruptor menjadi capres atau cawapres tercantum dalam UU Nomor 7 tahun 2017 Pasal 168 huruf d. Dalam beleid itu tertulis bahwa capres atau cawapres, "Tidak pernah mengkhianati negara serta tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya."
KPU juga mencantumkan larangan itu dalam PKPU tentang pencalonan presiden dan wakil presiden. Isi PKPU itu, yang juga memuat larangan eks koruptor menjadi capres atau cawapres, juga telah disepakati oleh Komisi II DPR, Kemendagri, serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga saat ini, PKPU tentang pencalonan presiden dan wakil presiden berada di Kementerian Hukum dan HAM untuk diundangkan.
Mantan napi korupsi juga tidak dapat mendaftar sebagai calon anggota DPD pada Pemilu 2019. Pada UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, pada dasarnya tidak menyebutkan secara eksplisit bahwa mantan narapidana kasus korupsi dilarang menjadi calon anggota DPD.
UU tersebut hanya menjelaskan calon anggota DPD tidak pernah dipenjara berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindakan yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Pengecualian yang diberikan yakni jika calon anggota DPD itu terbuka dan jujur memberitahukan kepadap publik adalah mantan narapidana.
Meski demikian, KPU melarang mantan napi korupsi menjadi calon anggota DPD dalam PKPU Nomor 14 tahun 2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Daerah. PKPU itu resmi digunakan sebagai pedoman kontestasi calon anggota DPD lantaran telah diundangkan oleh Kemenkumham 10 April 2018.
"Bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi," mengutip bunyi Pasal 60 Ayat (1) huruf j PKPU No. 14 tahun 2018.
 Ilustrasi rapat paripurna di DPR RI. (CNN Indonesia/Safyra Primadhyta) |
Berbeda halnya mengenai peraturan tentang pencalonan anggota DPR dan DPRD.
KPU telah berinisiatif mencantumkan larangan eks koruptor menjadi calon anggota DPR dan DPRD. Tepatnya pada draf PKPU tentang pencalonan anggota DPR dan DPRD Pasal 7 Ayat (1) huruf j.
"Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota adalah WNI dan harus memenuhi syarat bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi."
KPU sudah berkonsultasi dengan Komisi II DPR, Kemendagri, dan Bawaslu mengenai isi PKPU tersebut khususnya terkait larangan eks koruptor menjadi caleg.
Namun, ketiga lembaga tersebut menolak. Alasannya, KPU tidak dapat memuat larangan itu dalam PKPU karena bertabrakan dengan UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. UU tersebut memang tidak melarang mantan narapidana korupsi menjadi caleg.
"Jangan biasakan kita menabrak undang-undang. KPU sebagai lembaga negara harus bekerja sesuai UU tidak ada yang lain," tutur anggota Komisi II fraksi PPP, Achmad Baidowi (23/5).
Hal serupa dikatakan anggota Komisi II Fraksi Golkar Firman Soebagyo. Menurutnya, Komisi II setuju dengan semangat KPU. Namun, ada langkah lain yang bisa ditempuh daripada menabrak undang-undang.
Menurutnya, KPU cukup menginstruksikan kepada partai-partai politik agar tidak mencalonkan caleg yang merupakan eks koruptor. Kemudian, jika ada partai politik masih mengusung eks napi korupsi menjadi caleg, maka KPU mengumumkan kepada publik.
"Pasti parpol berpikir ulang," katanya.
Meski begitu, KPU berkukuh tidak akan menghapus larangan itu dalam draf PKPU. Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan bakal menyerahkan draf PKPU ke Kemenkumham untuk segera diundangkan.
"Soal aturan mantan napi koruptor itu kita tetap. Iya tetap, untuk tidak memperbolehkan," kata Pramono di Gedung DPR, Jakarta, Rabu.
(pmg/ugo)