Jakarta, CNN Indonesia --
Badan Amil Zakat Infaq dan Sadaqah (Bazis) DKI Jakarta mengklaim mempunyai alasan mengapa mereka memilih tidak berada di bawah koordinasi
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Malah beberapa di antaranya ada di dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, yang dijadikan Baznas sebagai dasar kritik.
"Ada kan itu pasal 15 ayat 1 dan pasal 43 ayat 2," ujar Kepala Bazis DKI Zahrul Wildan di kantornya, Jakarta, Rabu (6/6).
Pasal 15 ayat 1 berbunyi, 'Dalam hal ini gubernur atau bupati/walikota tidak mengusulkan pembentukan Baznas provinsi atau Baznas kabupaten/kota, Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat membentuk Baznas provinsi atau Baznas kabupaten/kota setelah mendapat pertimbangan Baznas'.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
 Kepala Bazis DKI Zahrul Wildan (CNN Indonesia/Hesti Rika) |
Sementara bunyi pasal 43 ayat 2 adalah, 'Badan Amil Zakat Daerah Provinsi dan Badan Amil Zakat Daerah kabupaten/kota yang telah ada sebelum Undang-undang ini tetap menjalankan tugas dan fungsi sebagai Baznas provinsi dan Baznas kabupaten/kota sampai terbentuknya kepengurusan baru berdasarkan Undang-undang ini'.
Lelaki yang akrab disapa Zuldan itu mengatakan usia organisasi mereka jauh lebih tua. Bazis berdiri sejak 1968, sementara Baznas lahir pada 2001.
Kepala Humas Bazis DKI Jakarta Erwanto menilai dengan keberadaan dua ayat dalam undang-undang itu, seharusnya Kepala Baznas Bambang Sudibyo tidak perlu mengajukan protes.
Sebelumnya Bambang menekankan Bazis DKI Jakarta yang menjadi lembaga pengumpul zakat infaq dan sadaqah belum menjalin koordinasi dengan Baznas di Indonesia dan berada di luar landasan hukum berdasarkan UU 23/2011. Bambang mengeluh selama ini Bazis tidak pernah melaporkan kegiatannya kepada Baznas.
"Hanya tinggal DKI yang belum melakukan penyesuaian. Deadline masa transisinya itu habis pada 25 November tahun 2016, jadi sudah satu setengah tahun lewat," katanya.
Erwanto menganggap penilaian tersebut agak keliru. Sebab pemerintah pusat melalui Kementerian Agama sudah mengakui mereka.
"Nama dan alamat kita ada di Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 118 Tahun 2014," ujar Erwanto.
Kendati demikian Bazis mengaku menyerahkan nasibnya ke pimpinan mereka, yakni Gubernur DKI Jakarta. Mereka bersedia menerima apapun keputusan gubernur kendati lebih ingin nama lembaga mereka tidak berubah.
"Saya kan PNS, anak buah. Disuruh nyebur, ya saya nyebur. Intinya harus patuh dan tunduk pada pimpinan," ucap Zuldan.
(ayp)