Komisi III Nilai PKPU Baru Sah Setelah Diteken Menkumham

Abi Sarwanto | CNN Indonesia
Kamis, 07 Jun 2018 03:46 WIB
Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan menilai PKPU soal larangan eks napi koruptor jadi caleg, baru akan berlaku sah setelah ditandatangani Kemenkumham.
Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan. (CNN Indonesia/Abi Sarwanto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan mengatakan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) baru sah dan berlaku setelah resmi diteken Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly.

"Kalau secara aturan tanpa tanda tangan Pak Laoly enggak bisa berlaku," ujar Trimedya di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (6/6).

Pernyataan itu menanggapi polemik aturan PKPU yang melarang eks narapidana kasus korupsi maju kembali sebagai calon legislatif. Dalam polemik ini, Menteri Yasonna enggan menandatangani PKPU tersebut karena dianggap bertentangan dengan produk hukum yang lebih tinggi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Trimedya pun membantah pendapat yang menyatakan PKPU tetap sah dan bisa berlaku setelah ditandatangani KPU, tanpa diundangkan Kemenkumham.

Pendapat tersebut diutarakan oleh peneliti Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil.

Kepada CNNIndonesia.com Fadli menyebut pelaksanaan Pemilu berpedoman pada PKPU tetap harus diprioritaskan daripada menunggu PKPU diundangkan sesuai kemauan Kemenkumham.

Alasan lain, Fadli menyatakan pengundangan PKPU hanya sebatas mekanisme administratif untuk dicatatkan dalam lembaga negara yaitu Kemenkumham. Karenanya, dia menilai PKPU itu tetap sah jadi pedoman Pemilu dengan atau tanpa diundangkan Kemenkumham.

Di sisi lain, menurut Trimedya, ketentuan aturan yang dapat berlaku tanpa diteken atau ditandatangani hanya setingkat undang-undang (UU).

"Harus teken. Enggak bisa, dong (tanpa teken Kemenkumham), bisanya UU aja. Dulu kan filosofinya agar tidak disandera presiden. Kalau (aturan di bawahnya) diteken harus," katanya.

Ketua DPP PDIP ini pun meminta agar KPU tidak melampaui kewenangan UU Pemilu yang tidak mengatur soal larangan mantan narapidana korupsi untuk maju. Aturan itu juga dinilai melanggar HAM.

"Kalau kita bicara dari perspektif HAM tidak bisa, dong. Ini hak asasi juga. Enggak bisa KPU ini," katanya.

Selain itu, KPU juga diminta agar tidak mencari popularitas dengan mengangkat isu yang seksi. Menurutnya, jika KPU ingin memberi efek jera kepada mantan narapidana korupsi maka dapat melalui pengumuman.

"Bila perlu diumumkan saja oleh KPUD, baik di kabupaten maupun provinsi sama KPU, siapa yang berlatar belakang narapidana korupsi itu," ujar dia.

Sebab, kata dia, partai politik juga selektif dalam memilih calon yang akan diusung pada pemilihan legislatif mendatang, karena bersamaan juga dengan pemilihan presiden.

(wis)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER