Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly menyarankan Komisi Pemilihan Umum (
KPU) membuat papan pengumuman di Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk menunjukkan
caleg eks koruptor.
Hal itu disampaikan Yasonna untuk merespons Peraturan KPU tentang larangan eks narapidana kasus korupsi untuk mendaftarkan diri sebagai caleg. Yasonna tak setuju karena menilai aturan itu bertentangan dengan undang-undang.
"Kalau saya sarankan buat aja di papan, kertas suara sebelum (masuk) TPS itu, nanti namanya caleg nomor segini, nomor segini itu napi Tipikor, napi ini. Itu jelas," kata Yasonna usai menghadiri acara di Pusdiklat BPK, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (6/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yasonna menegaskan rancangan PKPU soal larangan eks koruptor menjadi caleg itu telah bertentangan dengan UU Pemilu Pasal 240 Ayat 1 huruf g.
Pasal itu menyebutkan bahwa seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan kepada publik secara jujur dan terbuka bahwa dirinya pernah berstatus sebagai narapidana.
Tak hanya itu, Yasonna juga mengatakan KPU telah menabrak putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-XIII/2015.
Yasonna menilai KPU telah bertindak diskriminatif karena telah menabrak kedua peraturan tersebut jika tetap memaksakan 'mengharamkan' eks koruptor menjadi caleg.
"Agak diskriminatif juga itu ketentuan, yang napi teroris tak termasuk di dalamnya. Kedua kalau sudah kita tahu undang-undangnya janganlah kita tabrak, ayo kita cari jalan terbaik, ya jadi kami akan buat penyelarasan, kita sedang membangun sistem hukum yang baik," kata politisi PDIP itu.
Selain itu, Yasonna mengatakan rancangan PKPU ini akan menghilangkan hak politik seseorang untuk dipilih oleh masyarakat sebagai caleg. Oleh karena itu, ia menilai rancangan PKPU itu telah merugikan negara.
Ia menegaskan bahwa KPU tak memiliki kewenangan untuk menghilangkan hak politik seseorang. Menurut Yasonna hanya undang-undang atau putusan pengadilan yang bisa mencabut hak politik seseorang.
"Kalau penghilangan hak itu bukan kewenangan KPU, dua cara menghilangkan hak [politik] seseorang dengan UU atau pencabutan melalui pengadilan, ada kan beberapa yang dicabut haknya? PKPU kan teknis," ujar Yasonna.
(osc/gil)