Kemenkumham Klaim Berwenang Tolak PKPU soal Eks Koruptor

Bimo Wiwoho & Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Rabu, 06 Jun 2018 08:40 WIB
Kemenkumham mengklaim berwenang memeriksa hal substansial dalam Peraturan KPU (PKPU) yang memuat larangan mantan napi korupsi menjadi caleg DPR.
Kemenkumham mengklaim berwenang memeriksa hal substansial dalam Peraturan KPU (PKPU) yang memuat larangan mantan napi korupsi menjadi caleg DPR. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Hukum dan HAM menyatakan dapat menolak draf Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang memuat larangan mantan napi korupsi menjadi caleg untuk diundangkan.

Kemenkumham mengklaim berwenang mengembalikan draf PKPU bilamana ada ketidaksesuaian antara PKPU dengan undang-undang yang lebih tinggi.

"Iya, kita kembalikan agar diselaraskan supaya enggak ada peraturan yang bertentangan dengan konstitusi, UU, dan peraturan yang lebih tinggi," tutur Dirjen Perundang-Undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana melalui pesan singkat, Selasa (5/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kewenangan itu, menurut Widodo termaktub dalam Peraturan Menteri (Permen) Hukum dan HAM No. 31 tahun 2017 tentang Tata Cara Pengundangan Peraturan Perundang-Undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Widodo mengatakan Kemenkumham berhak memeriksa kelengkapan berkas seperti yang diatur dalam Pasal 6 dan 7 Permen tersebut.

Selain itu, Widodo menyatakan Kemenkumham berwenang memeriksa hal-hal yang bersifat substansial dari peraturan yang diajukan untuk diundangkan seperti diatur Pasal 9 ayat (3).

Beleid pasal tersebut memberi wewenang kepada Kemenkumham untuk memeriksa lampiran analisis kesesuaian antara peraturan yang ingin diundangkan dengan peraturan yang setingkat, lebih tinggi, dan/atau putusan pengadilan.

"Serta putusan Mahkamah Konstitusi," ucap Widodo.

Widodo melanjutkan Kemenkumham akan meminta klarifikasi dari pimpinan instansi yang mengajukan peraturan untuk diundangkan bilamana ada permasalahan. Kemenkumham juga dapat meminta pandangan dari lembaga lain atau tenaga ahli dalam rangka sinkronisasi.

Jika tidak ada permasalahan, peraturan itu akan lekas diundangkan. Sebaliknya, Widodo menegaskan jika ada permasalahan, Kemenkumham akan mengembalikan draf peraturan yang ingin diundangkan untuk direvisi.

"Direktur Jenderal Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM mengembalikan secara tertulis permohonan pengundangan kepada pejabat yang berwenang dari instansi bersangkutan, disertai alasan," mengutip bunyi Pasal 11.

Kemenkumham Klaim Berwenang Tolak PKPU soal Eks KoruptorMenteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)
Paparan dari Widodo itu sebagai penjelasan atas sikap Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang tidak mau menandatangani PKPU tentang larangan eks narapidana kasus korupsi untuk mendaftarkan diri sebagai calon legislatif.

Yasonna beralasan PKPU tersebut bertentangan dengan undang-undang.

"Jangan dipaksa saya menandatangani sesuatu yang bertentangan dengan UU. Itu saja," ujar Yasonna di kompleks parlemen, Senin (4/6). 

Terkait hal itu, Komisioner KPU Hasyim Asy'ari sebelumnya telah mengakui bahwa Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu tidak mengatur secara gamblang apakah eks napi korupsi tidak dibolehkan mendaftar sebagai caleg. Meski demikian, ia menegaskan bahwa pembuatan PKPU tak hanya merujuk pada UU Pemilu.

Hasyim mengatkan KPU juga menimbang dari isi Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

"Pengisian jabatan penyelenggara negara merujuk kepada UU itu. KPU membaca berbagai macam aturan perundangan," ujarnya.

Sementara itu Komisioner KPU lainnya, Pramono Ubaid Tanthowi berpendapat bahwa Kemenkumham tidak bisa menolak dan mempersoalkan draf PKPU.

Menurut Pramono, Kemenkumham hanya berwenang menolak draf PKPU untuk diundangkan jika ada kesalahan yang bersifat teknis. Mengenai hal-hal substansial yang termaktub di dalamnya, Kemenkumham tak boleh mempersoalkan hingga menolak PKPU untuk diundangkan.

"Enggak. Enggak mungkin menolak. Kan, dia tidak ada urusan dengan substansi," katanya di kantor KPU, Jakarta, Rabu (30/5).

JK Nilai Janggal

Terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai ada kejanggalan sikap Menteri Yasonna yang enggan menandatangani PKPU tentang larangan eks narapidana kasus korupsi mendaftarkan diri sebagai calon legislatif.

"Ya, memang agak janggal. Kita, kan, ingin legislatif itu orang yang betul-betul bersih. Kalau residivis masuk ke situ, kan, enggak enak juga," ujar JK di istana wakil presiden, Jakarta.

JK mengaku akan mengecek langsung ke Menteri Yasonna terkait pembahasan PKPU tersebut. Menurut JK, tiap kementerian mestinya menghargai KPU sebagai lembaga yang berwenang mengurusi pemilu.

"Dalam hal pemilu tentang yang berwenang mengatur itu KPU. Kita hargai masing-masing, lah," katanya. (wis)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER