Jakarta, CNN Indonesia -- Calon gubernur Maluku Utara (Malut) Ahmad Hidayat Mus langsung dijebloskan ke penjara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ahmad merupakan tersangka korupsi proyek pengadaan lahan Bandara Bobong, Kabupaten Sula tahun anggaran 2009.
Ia yang keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 18.30 WIB, telah mengenakan seragam tahanan berwarna oranye. Meskipun ditahan penyidik lembaga antirasuah, Ahmad yakin dirinya tetap dilantik sebagai calon gubernur terpilih.
"Dilantik, lah. Pasti, lah," kata Ahmad di Gedung KPK, Jakarta, Senin (2/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ahmad maju dalam Pilgub Malut 2018 bersama Rivai Umar. Pasangan Ahmad-Rivai unggul sementara dalam hitung cepat Komisi Pemilihan Umum (KPU) berdasarkan data C1, dengan perolehan 31,94 persen atau 176.019 suara.
Pasangan yang mendapat nomor urut 1 itu diusung oleh Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Ahmad pun memohon doa masyarakat Malut atas proses hukum yang tengah menjeratnya ini. Politikus Golkar itu juga meminta masyarakat bersabar terkait kepastian hukum dirinya dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan lahan Bandara Bobong.
Mantan Bupati Kepulauan Sula itu pun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada masyarakat yang telah memilih dirinya dalam pesta demokrasi lima tahunan di Malut. Ahmad mengklaim bersama pasangannya, Rivai, telah menang dalam Pilgub Malut.
"Kami sudah menang, ya, menang lah. Masyarakat pilihnya kan AHM-Rivai," ujarnya.
Ditahan di Rutan KPKJuru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan Ahmad selaku tersangka korupsi proyek pengadaan lahan Bandara Bobong ditahan di Rutan KPK untuk 20 hari pertama. Penahanan akan diperpanjang tergantung kepentingan penyidikan.
"Dilakukan penahanan terhadap AHM selama 20 hari ke depan, terhitung hari ini," kata Febri dikonfirmasi lewat pesan singkat.
Selain Ahmad, kata Febri, penyidik KPK juga langsung menahan Bupati Banggai Kepulauan Zainal Mus.
Zainal adalah adik kandung Ahmad. Dia ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur, Jakarta. KPK menduga jual-beli lahan untuk Bandara Bobong itu fiktif.
Berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pengadaan lahan tersebut merugikan negara sekitar Rp3,4 miliar. Ahmad diduga menerima Rp850 juta dan Zainal sebesar Rp1,5 miliar dari temuan kerugian negara itu.
(wis)