Jakarta, CNN Indonesia -- Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat (Sumbar) melaporkan sistem penerimaan siswa baru di daerah itu yang melanggar Peraturan Menteri Pendidikan (Permendikbud) kepada Ombudsman RI guna diteruskan ke kementerian.
"Pemprov Sumbar menerapkan sistem berbeda dari Permendikbud dalam penerimaan siswa baru. Ini menjadi catatan khusus untuk dilaporkan ke Ombudsman RI guna disampaikan ke Kementerian," kata Pelaksana tugas Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumbar, Adel Wahidi di Padang, seperti dikutip dari
Antara, Rabu (4/7).
Ia menambahkan laporan itu disampaikan setelah mengevaluasi sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Sumbar yang tetap mengutamakan hasil Ujian Nasional (UN) sebagai pertimbangan utama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adel menyebutkan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 tahun 2018 Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menggunakan sistem zonasi, yaitu siswa yang tinggal dekat sekolah diprioritaskan untuk diterima. Menurut aturan itu nilai UN siswa tidak menjadi pertimbangan utama, karena bisa menciptakan sekolah-sekolah unggul yang ingin dihilangkan pemerintah.
Atas dasar itu, Ombudsman Sumbar berkesimpulan penerimaan siswa di Sumbar di setiap jenjang belum benar-benar mempedomani aturan yang ada, terlebih untuk penerimaan siswa SMA dan SMK yang tetap menggunakan nilai sebagai patokan.
"Sumbar telah menggunakan istilah zonasi seperti Permendikbud, tetapi pengertian zonasi itu dibuat sendiri, tidak sama dengan pengertian zonasi oleh pemerintah pusat hingga prakteknya juga menyimpang dari aturan yang ada," jelasnya.
Adel mencontohkan salah satu laporan yang masuk ke Ombudsman. Seorang tamatan SMP yang tinggal di Kelurahan Olo mendaftar ke sekolah terdekat yaitu SMA 1, tetapi tidak diterima. Ia lalu mendaftar lagi ke SMA 12 yang masih relatif dekat dengan kediamannya tetapi tidak diterima juga. Hal itu, katanya, tidak akan terjadi jika Pemprov Sumbar benar-benar menerapkan sistem zonasi seperti yang diamanatkan Kemendikbud.
Adel menilai sistem penerimaan yang menyimpang itu menghambat cita-cita pemerintah diantaranya menghilangkan dominasi sekolah favorit, mengurangi pungli dan siswa titipan untuk masuk sekolah.
Sementara itu, saat dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Sumbar, Burhasman, mengakui sistem zonasi yang digunakan tidak sama dengan Permendikbud. a menyatakan itu dilakukan dengan mempertimbangkan sebaran sekolah yang tidak simetris sehingga sulit menerapkan sistem zonasi seperti yang diamanatkan Permendikbud.
Oleh karena itu, sambungnya, kebijakan yang diambil adalah mengubah konsep zonasi itu menjadi area dalam kabupaten dan kota. Artinya, siswa yang berada dalam satu kabupaten/kota bisa memilih sekolah mana saja yang diinginkan.
Sementara yang memilih sekolah di luar daerah di sebut pendaftaran luar zonasi. Kuota disediakan sebanyak 5 persen dari total penerimaan di sekolah.
Ia berdalih kebijakan itu sesuai dengan pasal 30 Permendikbud 14/2018 yang menyebutkan bahwa daerah wajib membuat kebijakan tentang pelaksanaannya.
Mendikbud Tegaskan Tak Boleh Ada Penerimaan Siswa MandiriSementara itu, di Jakarta, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menegaskan tidak boleh ada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur mandiri.
"Kami sudah tegaskan, jual beli kursi apa pun dalihnya tidak boleh dilakukan. Termasuk dikamuflase dengan istilah-istilah yang tidak ada dalam peraturan misalnya jalur mandiri," ujar Muhadjir, Rabu (4/7).
 Muhadjir Effendy. (CNNIndonesia/Safir Makki) |
Muhadjir menjelaskan pihaknya sudah menerima beragam pengaduan dari masyarakat termasuk di antaranya tentang jalur mandiri.
Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu mengatakan pihaknya juga sudah meminta agar Inspektorat Jenderal Kemendikbud untuk menindaklanjuti pengaduan tersebut.
"Sedangkan untuk iuran biaya boleh dilakukan setelah siswa diterima di sekolah, bukan menjadi syarat untuk diterima," kata dia.
Selain itu, persetujuan dan besaran Iuran tersebut pun harus melalui komite sekolah dan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang ada, terutama dalam Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Inspektur Jenderal Kemendikbud, Totok Suprayitno, mengatakan pihaknya menerima sekitar 30 pengaduan mengenai PPDB.
"Keluhan masyarakat mengenai PPDB beragam, terutama mengenai adanya kecurangan dalam PPDB, kebijakan PPDB hingga pertanyaan mengenai PPDB," kata Totok.
Untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat juga mengenai adanya jalur mandiri yang membayar sejumlah uang, Totok mengatakan sudah menurunkan tim untuk melakukan audit khusus ke lapangan terkait pengaduan melalui jalur mandiri.
Sebelumnya, sejumlah warganet mengeluhkan penggunaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dalam PPDB. Pasalnya dalam Permendikbud 14/2018 tentang PPDB disebutkan bahwa kuota siswa dari keluarga miskin sebanyak 20 persen.
Akun Instagram @billlaaaaff misalnya mengeluhkan dirinya yang tidak bisa masuk sekolah yang diinginkan karena terbentur zonasi. Sementara temannya yang menggunakan SKTM langsung diterima.
"Padahal mereka yang punya SKTM belum tentu tidak mampu, dan temen saya yang punya SKTM malah hidupnya lebih enak dibanding saya. Saya tidak mengerti pak, saya bimbingan belajar ke sana-sini, malah hasilnya
kesaing sama keluarga miskin palsu," tandasnya.
(antara)