Jakarta, CNN Indonesia -- Terdakwa kasus merintangi penyidikan terpidana kasus korupsi proyek e-KTP,
dr. Bimanesh Sutarjo, mencurahkan isi hatinya di depan majelis hakim dalam sidang lanjutan hari ini. Dia mengaku kecewa terhadap tempatnya bekerja, Rumah Sakit (RS) Medika Permata Hijau, tak mau ikut bertanggung jawab.
"Pada kesempatan ini, izinkanlah saya menyampaikan rasa kecewa dan prihatin saya atas sikap dan perilaku direksi dan manajemen Rumah Sakit Permata Hijau, yang sama sekali tidak mempunyai itikad baik untuk bertanggung jawab atas kejadian ini," ujar Bimanesh, saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (6/7).
Menurut Bimanesh, RS Permata Hijau seharusnya ikut bertanggung jawab atas kasus yang menjerat dirinya. Namun, menurut dia, selama kasus ini bergulir, tempatnya bekerja justru seperti membiarkan dirinya bertanggung jawab seorang diri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu yang disesalkan oleh Bimanesh adalah sikap direksi RS Medika Permata Hijau terkait konferensi pers di pada 17 November 2017. Saat itu dia mengaku didesak memberikan keterangan kepada wartawan mengenai kondisi Setya Novanto, yang saat itu menjadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terlibat suap proyek e-KTP, dan terlibat kecelakaan.
Padahal, kata Bimanesh, jumpa pers saat itu digelar bukan atas inisiatif dirinya, melainkan hasil rapat para petinggi dan direksi RS Medika Permata Hijau.
"Konferensi pers yang diselenggarakan pihak manajemen rumah sakit bukan atas inisiatif saya. Rapat direksi rumah sakit tanggal 17 November 2017 pagi, pihak manajemen menunjuk saya untuk memberikan keterangan tentang Setya Novanto kepada wartawan. Mereka mendesak saya," kata Bimanesh.
Menurut Bimanesh, setelah dijerat kasus hukum, dia merasa kontribusinya selama 13 tahun di RS Medika Permata Hijau seperti tidak berarti. Padahal, Bimanesh mengklaim ikut mengangkat reputasi rumah sakit tersebut.
Selama menjadi dokter ahli hipertensi misalnya, Bimanesh mengklaim telah mendirikan dan mengembangkan unit pelayanan cuci darah. Ssbelumnya, kata Bimanesh, RS tersebut hanya memiliki dua mesin. Namun, saat ini sudah ada sepuluh mesin. Dari mesin yang ada itu, RS tersebut bisa melayani sekitar 750 tindakan dalam sebulan.
Menurut Bimanesh, tindakannya menangani Novanto bukan untuk menghalangi penyidikan. Namun, hanya menjalankan kewajiban sebagai dokter.
"Saya hanya bisa memeriksa pasien sesuai pedoman standar pelayanan penyakit dalam yang diterbitkan oleh Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia," kata Bimanesh.
Dalam kasus merintangi penyidikan KPK ini, Bimanesh dituntut enam tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, ia juga dituntut membayar denda sebesar Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Jaksa menilai Bimanesh melanggar pasal 21 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU no 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana karena menghalangi proses penyidikan kasus Korupsi Proyek e-KTP.
(ayp/gil)