Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis Nasional (MN) Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) membantah ada deklarasi dukungan kepada Gubernur DKI Jakarta
Anies Baswedan di Balai Kota Jakarta.
Koordinator Presidium KAHMI Siti Zuhro menegaskan beredarnya undangan deklarasi terhadap Anies yang mengatasnamakan KAHMI adalah tidak benar.
"MN KAHMI menyatakan bahwa berita tersebut tidak benar," kata Siti dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (12/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Siti menyebut undangan deklarasi yang beredar tersebut adalah manuver politik yang tidak bertanggung dan tidak memahami karakter KAHMI yang sebenarnya.
KAHMI, kata Siti tetap konsisten menjaga komitmen dan tetap independen dengan tidak melakukan politik praktis.
"KAHMI bukan parpol dan tidak bisa digunakan sebagai mesin parpol," ujarnya.
"Kegiatan deklarasi dukungan politik dengan menggunakan institusi organisasi kepada orang per orang bukanlah tradisi KAHMI," imbuh Siti.
Lebih dari itu, KAHMI juga menegaskan gerakan politik berupa pembentukan WhatsApp Anggota Group (WAG) yang mengatasnamakan Relawan Anies Baswedan (RAB) Keluarga Besar (KB) HMI adalah manuver politik perorangan, dan bukan kebijakan dari KAHMI.
"Gerakan tersebut kontra produktif dan oleh karena itu harus segera dihentikan," ucap Siti.
Karenanya, KAHMI pun menginstruksikan kepada seluruh anggota di daerah untuk tetap bisa menjaga displin organisasi.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga membantah adanya deklarasi yang dilakukan oleh KAHMI di Balai Kota.
Menurutnya, agenda KAHMI di Balai Kota malam nanti adalah agenda halal bihalal saja, tanpa ada acara deklarasi.
"Kalau halal bihalal memang sudah dijadwalkan, ini ada orang yang bikin (undangan palsu), ada aja orang yang waktunya longgar untuk bikin beginian," tutur Anies di Hotel Four Points, Jakarta Pusat, Kamis (12/7).
Di sisi lain, Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menegaskan kegiatan politik dilarang di Balai Kota berdasarkan sejumlah aturan, termasuk Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Gembong berpendapat Balai Kota merupakan salah satu fasilitas negara, sehingga dilarang dimanfaatkan untuk kepentingan politik atau kampanye.
Dalam Pasal 280 ayat 1 huruf h undang-undang tersebut dijelaskan pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
Kemudian, larangan tersebut dipertegas dengan PP Nomor 14 Tahun 2009 tentang Tata Cara bagi Pejabat Negara dalam Melaksanakan Kampanye Pemilihan Umum.
(osc/sur)