Jakarta, CNN Indonesia -- Operasi tangkap tangan pada Kepala
Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Wahid Husein dinilai menjadi sebuah tamparan bagi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Sustira Dirga mengatakan Kemenkumham harus mulai mengawasi ketat seluruh penjara yang ada, bukan hanya lembaga pemasyarakatan khusus koruptor.
"Ini jelas tamparan keras bagi Kemenkumham dan juga Dirjen PAS untuk melakukan evaluasi dan monitoring secara ketat dan menyeluruh terhadap lapas-lapas bukan hanya lapas koruptor," kata Dirga di Gedung LBH Jakarta, Minggu (22/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wahid terjaring operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di kediamannya di Bojongsoang, Bandung pada Jumat (20/7) sekitar pukul 22.15 WIB lantaran diduga memberikan izin terhadap sejumlah narapidana untuk keluar dari Lapas dengan imbalan tertentu.
KPK pun menetapkan status tersangka terhadap Wahid dalam kasus dugaan korupsi. Ia diduga memberikan izin terhadap sejumlah narapidana untuk keluar dari Lapas dengan imbalan tertentu.
Dirga menilai tindakan korupsi masuk dalam kategori kejahatan luar biasa sehingga untuk penjagaan lapas koruptor dibutuhkan monitoring dan evaluasi yang jauh lebih ketat dari lapas lainnya.
Pengawasan lebih ketat tersebut dimaksud Dirga dapat difaktori dari latar belakang koruptor yang biasanya memiliki satu kekuasaan sehingga dapat memberikan tekanan kepada penjaga lapas.
"Di dalam lapas jangan sampai ada perbedaan sukamiskin vs si miskin. Jangan sampai karena dia punya kemampuan ekonomi lebih, mantan pejabat, dia ditempatkan di lapas sukamiskin yang punya fasilitas, notabene berbeda dengan lapas lainnya," tuturnya.
Kejadian OTT tersebut, Dirga menilai menggambarkan jika koruptor tidak jera dengan hukum yang telah menjeratnya. Selain itu para koruptor juga masih mengangkangi hukum yang berlaku.
Dirga tak memungkiri penarikan biaya atau pungutan liar masih sering terjadi di lapas yang ada di Indonesia. Maka itu dia menilai efek jera terhadap koruptor tidak berkaitan dengan di lapas mana mereka ditempatkan.
"Tak bisa dipungkiri misalkan LP Cipinang yang dikategorikan lapas biasa, pernah ada koruptor di sana ternyata ada juga fasilitas mewah yang diberikan ke dia," ucapnya.
Maka itu, Dirga mengatakan pembenahan harus dilakukan oleh Kemenkumham dan Dirjen PAS dari hulu ke hilir, tidak hanya dengan mengganti kalapas Sukamiskin.
(sur/arh)