Warga Bukit Duri Minta Pemerintah Ganti Rumah dan Tak Kasasi

Kustin Ayuwuragil | CNN Indonesia
Selasa, 24 Jul 2018 18:52 WIB
Usai kemenangan di tingkat banding, warga korban Bukit Duri meminta pemerintah tidak mengajukan kasasi atas putusan pengadilan dan mengganti rumah yang digusur.
Suasana sidang gugatan class action warga Bukit Duri, di PN Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Warga Bukit Duri, Jakarta Selatan korban penggusuran yang terjadi pada 12 Januari 2016 dan 28 September 2016 meminta pemerintah tidak mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Selain itu, warga ingin ganti rugi yang diberikan dalam bentuk rumah, bukan uang. Namun warga tak memberi tenggat waktu pembayarannya.

"Kami mohon kepada pemerintah untuk segera membayar ganti rugi dan jangan ada lagi permohonan kasasi," kata salah satu sesepuh dan perwakilan class action Bukit Duri, Maisena dalam konferensi pers, di Jakarta, Selasa (24/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diketahui, putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 192/Pdt/2018/PT DKI, jo. No 262/Pdt.G/Class Action/2016/PN.Jkt.Pst memenangkan kasus penggusuran atas warga Bukit Duri.

Putusan ini menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang juga memenangkan warga, pada 25 Oktober 2017. Warga diputus harus mendapat ganti rugi dengan sebesar Rp18,6 miliar dari pihak tergugat.

Salah satu tergugat, Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC), menolak putusan tersebut dan mengajukan banding ke pengadilan tinggi.

Permukiman penduduk yang berada di bantaran Sungai Ciliwung, kawasan Bukit Duri, Jakarta, Senin (13/11/2017). Permukiman penduduk yang berada di bantaran Sungai Ciliwung, kawasan Bukit Duri, Jakarta, Senin (13/11/2017). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Dengan dimenangkannya kembali kasus itu, warga Bukit Duri meminta pemerintah segera mewujudkan kembali kampung mereka. Terlebih, Pemprov DKI Jakarta juga telah berjanji untuk membangun "Kampung Susun Manusiawi Bukit Duri Berbasiskan Koperasi Warga Berdaya".

"Mandat dalam UU Pengadaan Tanah jelas bahwa warga yang terdampak harus mendapatkan kompensasi yang adil dan berkemanusiaan. Pemerintah tidak boleh melakukan pemiskinan terhadap warga tedampak," kata Vera W.S. Soemarwi, salah satu tim kuasa hukum warga Bukit Duri.

Menurutnya, warga ingin ganti rugi berwujud rumah, bukan rumah susun sewa, seperti Rusunawa Rawa Bebek yang pernah ditawarkan oleh pemerintah.

"Memang dalam putusan pengadilan itu keluar nilai uang, maka akhirnya kan ada titik temu kalau pemerintah itu mengalami kesulitan karena pengadaan tanah dari APBD tentu kan menjadi aset negara. Padahal, warga menginginkan aset itu menjadi milik warga. Paling enggak sudah ada titik temunya," kata dia.

Saat ini, kata Vera, program untuk mewujudkan kembali kampung tersebut sudah mulai dijalankan oleh Pemprov DKI Jakarta melalui Pergub Kampung Susun pada 2018. Namun, itu masih terkendala teknis seperti tidak tersedianya lahan untuk membangun.

"Visi untuk membangun bersama warga oleh Pemprov DKI itu sudah klik antara pemerintah yang sekarang dengan warganya. Cuma memang pelaksanaanya itu tentu prosesnya agak sedikit panjang karena pengadaan tanah itu gak mudah," imbuhnya.

Kuasa hukum warga BUkit Duri Vera R. Soemarwi, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (25/10/2017).Kuasa hukum warga BUkit Duri Vera R. Soemarwi, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (25/10/2017). (CNN Indonesia/Bimo Wiwoho)
Vera menyatakan pihaknya tidak memiliki target waktu kapan pembangunan kampung susun itu harus sudah selesai. Namun warga menginginkan kampung susun mereka secepatnya kembali terwujud.

Hingga saat ini, hanya 30 persen kepala keluarga yang pindah ke Rusunawa Rawa Bebek, Jakarta Timur. Warga yang lain masih bertahan di Bukit Duri dengan menumpang pada tetangga, tinggal di musala atau mengontrak.

Sebelumnya, warga Bukit Duri mengajukan gugatan class action terkait penggusuran yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta atas nama normalisasi Sungai Ciliwung, 28 September 2016.

Yang menjadi tergugat adalah Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC), Kepala Dinas Bina Marga Jakarta, Gubernur DKI Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta, Wali Kota Jakarta Selatan.

Selain itu, ada Kepala Dinas Tata Ruang Jakarta, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Jakarta, Kepala Dinas Tata Air Jakarta, Kepala Dinas Perumahan Jakarta, Camat Tebet, dan Lurah Bukit Duri.

(arh/sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER