Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua DPD Oesman Sapta Odang alias
OSO menyesalkan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutus melarang kader partai sebagai anggota
DPD tanpa berkonsultasi dengan pihaknya. Ia pun belum menyatakan pengunduran diri sebagai calon Anggota DPD pada Pemilu 2019.
Menurutnya, keputusan MK dibuat secara tertutup tanpa melalui konsultasi dengan DPD selaku pihak terkait.
"Yang jelas MK itu tidak pernah konsultasi dengan DPD yang menyangkut masalah prinsipnya. Kedua, pemberitaan MK ini tiba-tiba men-declare, cenderung tertutup, ada apa?" ujar OSO di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui, prosedur pengambilan putusan MK sendiri tercantum dalam Pasal 28 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
"Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili, dan memutus dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi dengan sembilan orang hakim konstitusi, kecuali dalam keadaan luar biasa dengan 7 (tujuh) orang hakim konstitusi yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Konstitusi."
Selain mempertanyakan sikap MK tersebut, OSO yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura juga menilai MK telah mengorbankan DPD dan KPU. Padahal, MK seharusnya menyadari DPD juga bagian dari lembaga negara tinggi yang harus dihormati.
 Ketua MK Anwar Usman, di kompleks parlemen, Jakarta, Jumat (27/4). ( CNN Indonesia/Abi Sarwanto) |
Terlepas dari itu, OSO belum secara tegas mengundurkan diri dari Hanura. Ia mengaku masih menunggu keputusan KPU atas putusan MK tersebut.
"Karena menyangkut kebijakan KPU, kami kan patuh kepada KPU. Melaksanakan tugas yang diinstruksikan oleh KPU," ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa KPU tidak bisa serta-merta membuat aturan baru pascaputusan MK. Sebab, KPU memerlukan persetujuan DPR dalam membuat kebijakan baru.
"Kami kan harus lihat KPU. Kalau KPU tentu mempunyai sikap karena semua rakyat sudah patuh kepada kebijakan KPU," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua KPU Arief Budiman mengaku menghormati keputusan MK. Namun, ia tidak mengelak keputusan itu membuat proses pendaftaran calon anggota DPD terganggu.
Pihaknya harus mengubah sejumlah regulasi yang telah ada, misalnya aturan untuk merevisi calon yang sudah terdaftar dan menambah alokasi masa pendaftaran.
 Ketua KPU Arief Budiman, di kantor PP Muhammadiyah, Rabu (4/7). ( CNN Indonesia/Bintoro Agung Sugiharto) |
"Jadi banyak faktor, kita ada pelajari dulu implementasinya nanti seperti apa," ujar Arief di Gedung DPR, Jakarta.
Lebih dari itu, Arief mengaku tidak mengetahui jumlah fungsionaris parpol yang sudah mendaftar sebagai anggota DPD. Sebab, ia berkata pendaftaran calon senator dilaksanakan di KPU Provinsi.
Diketahui, MK memutus pasal 182 huruf I UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu soal syarat keanggotaan DPD inkonstitusional. Efeknya, kursi DPD tidak boleh diisi pengurus partai politik.
Sementara, Hanura memiliki banyak kader yang juga merupakan Anggota DPD atau yang kembali maju menjadi calon Anggota DPD di Pemilu 2019.
Sarifuddin Sudding, saat menjabat Sekjen Hanura kubu OSO, sempat menyebut bahwa ada 70 anggota DPD yang bergabung dengan partainya, puluhan di antaranya menjadi pengurus parpol.
Selain OSO, ada nama Gede Pasek Suardika, Benny Ramdhani, Bahar Ngitung, dan Basri Salama.
(arh/sur)