Hal itu ditandai dengan penempelan surat pengumuman yang berisi pemberitahuan kepada khalayak bahwa mengikuti JAD akan diancam pidana.
"JAD tidak berbadan hukum maka caranya adalah dengan mengumumkan, baik melalui pengadilan dan melalui media massa," kata Heri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/8).
Dia menerangkan bahwa dengan pengumuman ini maka setiap individu yang menjadi anggota ataupun pengurus bisa dikenakan tindak pidana. Hal ini sudah sesuai dengan Pasal 12a Undang-Undang No. 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk diketauhi kenapa kita perlu eksekusi? Oleh karena supaya seluruh masyarakat harus tahu bahwa dengan adanya putusan ini, maka akan membawa akibat hukum bagi orang yang mengikutinya," terang dia.
Heri juga menyatakan kasus korporasi terlarang JAD sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah per Jumat (3/8). Korporasi JAD juga sudah membayar biaya perkara.
"Denda sudah dibayar Rp5 juta terhadap oleh penasihat hukum dan pembayaran sudah dilakukan melalui kejaksaan negeri Jaksel dan itu akan jadi PNBP kejaksaan," tegas dia.
Dengan terbitnya putusan pengadilan negeri Jaksel nomor: 809/PID.B/2018/JKT.SEL tanggal 31 juli 2018 maka organisasi-organisasi yang turut berafiliasi dengan JAD juga dilarang. Namun, putusan ini tidak mencakup individu yang menyebarkan ajaran tersebut.
"Bukan dibubarkan, itu istilah administrasi hukum umum itu [untuk] ormas. Ini adalah tindak pidana terorisme, hanya dibekukan dan dilarang. Dan ini bukan ajarannya, tapi organisasinya. Kalau ajarannya kita enggak cakup ke sana," tutup dia.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membekukan kelompok JAD pimpinan Zainal Anshori alias Abu Fahry alias Qomaruddin bin M. Ali dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang.
Hukuman ini dijatuhkan setelah Hakim PN Jakarta Selatan memvonis JAD sebagai kelompok yang melakukan tindak pidana terorisme.