Jakarta, CNN Indonesia -- Manager Country Hewlett Packard (HP) Enterprise Services Charles Sutanto Ekapradja mengaku pernah bertemu dengan keponakan Setya Novanto alias Setnov,
Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, untuk membahas proyek e-KTP.
Charles bertemu dengan Direktur Operasional PT Murakabi Sejahtera itu di kediaman Setnov, yang merupakan eks Ketua DPR itu, pada 2011.
Hal ini disampaikan Charles saat bersaksi dalam sidang kasus proyek e-KTP dengan terdakwa Irvanto dan Made Oka Masagung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (7/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya ditelepon Pak Oka malam-malam disuruh ke Pak Nov, ditanya harga,
cost per kartu," ujar Charles.
Sesampainya di rumah Setnov, kata Charles, sudah ada Irvanto, pengusaha Paulus Tannos, dan sejumlah pihak swasta lainnya. Namun Charles mengaku lupa detail pembicaraan saat itu.
"Enggak ingat saya. Tapi bahasa kita tuh
permission meeting aja, ramah tamah gitu," katanya.
 Saksi kasus e-KTP Charles Sutanto Ekapraja, Jakarta, Senin, 22 Januari. ( CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Charles mengatakan saat itu sempat membahas soal penyediaan keping atau
chip untuk proyek e-KTP. Setnov, kata dia, menanyakan kemungkinan menggunakan
chip dari China untuk menekan biaya.
"Secara spesifik saya tidak tahu bisa pakai
chip dari China atau tidak, kan harus ada standardisasi. Setahu saya
chip dari China lebih murah," terangnya.
Dalam persidangan terdahulu, Charles mengaku tiga kali bertemu dengan Setnov untuk membahas proyek e-KTP. Ia pertama kali ke rumah Setnov atas ajakan Oka.
Charles menceritakan awalnya mengetahui proyek e-KTP dari Johannes Marliem selaku penyedia produk AFIS merk L1 dari Amerika. Sebagai pejabat di HP saat itu, ia diberitahu bahwa L1 pernah kerja sama dengan HP untuk membuat produk serupa kartu identitas di Amerika yang berlanjut dengan proyek e-KTP.
Ia menerima upah US$800 ribu atas jasa konsultasi soal penyediaan perangkat tersebut dari Marliem. Uang itu dibayarkan sebesar US$30 ribu per hari selama hampir setahun.
Dalam perkara ini, Irvanto dan Oka didakwa korupsi proyek e-KTP hingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp5,9 triliun. Sementara Setnov telah divonis 15 tahun penjara oleh majelis hakim.
(arh/sur)