Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Mantan Direktur CV Iwan Binangkit, Ahmad Ghiast, tiga tahun penjara dengan denda Rp150 juta dan subsider empat bulan kurungan.
Jaksa meyakini Ahmad Ghiast memberikan suap senilai Rp510 juta kepada mantan Anggota DPR Komisi XI Fraksi Partai Demokrat Amin Santono dan Kasi Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Ditjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan Yaya Purnomo.
"Menuntut supaya majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini, menyatakan terdakwa Ahmad Ghiast terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata jaksa KPK saat membacakan tuntutan dalam sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa menyebut, uang suap itu ditujukan agar Kabupaten Sumedang mendapatkan tambahan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2018. Ahmad Ghiast sendiri adalah direktur perusahaan penyedia barang dan jasa yang sering dipercaya untuk mengerjakan proyek infrastruktur di Kabupaten Sumedang.
Awalnya, orang dekat Amin Santono, Eka Kamaludin, mengajak mantan anggota DPRD Kabupaten Kuningan Iwan Sonjaya mencari daerah yang ingin mendapatkan alokasi tambahan dari APBN-P melalui Amin Santono dengan syarat komitmen fee sebesar tujuh persen dari total anggaran yang diterima.
Iwan menyampaikan informasi itu kepada anggota DPRD Majalengka Deden Hardian Narayanto. Selanjutnya Deden memberitahukan informasi itu kepada Ahmad Ghiast.
Kemudian Ahmad Ghiast melakukan pertemuan di rumah Iwan Sonjaya yang juga dihadiri Deden. Dalam pertemuan itu mereka bertiga membahas mengenai proposal penambahan anggaran infrastruktur di Kabupaten Sumedang.
Kemudian proposal itu diusulkan Ahmad Ghiast kepada Kepala Dinas Perumahan Pemukiman dan Pertanahan (DPKPP) Sumedang, Budi Murasa dan Kepala Dinas PUPR Sumedang, Sujatmoko.
Selanjutnya Ahmad Ghiast menyerahkan dua proposal usulan tambahan anggaran dari Dinas PUPR dan DKPP Kabupaten Sumedang senilai Rp 25,8 miliar itu kepada Eka Kamaludin untuk diteruskan kepada Amin Santono.
Lalu Ahmad Ghiast dikenalkan dengan Amin santono oleh Eka Kamaludin melalui sambungan telepon. Pada perbincangan itu, Ahmad Ghiast meminta bantuan kepada Amin Santono agar proposalnya disetujui.
Menuruskan kehendak Ahmad Ghiast, Amin Santono meminta bantuan kepada Yaya Purnomo selaku pihak yang bekerja di Kementerian keuangan untuk melancarkan kehendak Ahmad Ghiast.
"Amin meminta uang muka fee kepada Ahmad melalui Eka Kamaludin sebesar Rp510 juta. Kemudian uang itu ditrasnfer secara bertahap melalui rekening Eka Kamaludin. Pemberian uang satu dengan yang lain sejenis tidak terlalu lama. Terdakwa memberikan yang dimaksud menggerakan Amin Santono dan Yaya Purnomo mendapatkan anggaran dari APBN-P," kata jaksa.
Ahmad Ghiast diyakini Jaksa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(ayp)