Jakarta, CNN Indonesia -- Kalimantan Barat saat ini masih dikepung asap karena banyaknya titik panas
kebakaran hutan yang terus meningkat akibat puncak kemarau. Meski berbagai upaya dilakukan, masyarakat setempat punya kebiasaan yang ikut memicu lahirnya titik panas baru.
"Masyarakat di Kabupaten Sanggau, Sambas, Ketapang, Kubu Raya dan lainnya memiliki tradisi 'gawai serentak', yaitu kebiasaan persiapan musim tanam dengan membuka lahan dengan cara membakar," terang Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulisnya, Kamis (23/8).
Meskipun pemerintah daerah telah melarang, ternyata kebiasaan ini masih dipraktekkan di banyak tempat. Sutopo mengatakan tantangan ke depan dalam menghadapi masalah tersebut adalah memberikan solusi agar masyarakat dapat menerapkan pertanian tanpa membakar lahan atau memberikan insentif tertentu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan peringatan dini bahwa cuaca makin kering dan berpotensi memicu kebakaran hutan dan lahan. Hujan akan makin berkurang. Puncak kemarau terjadi selama Agustus hingga September.
BMKG juga telah mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan pembakaran hutan dan lahan. BMKG meminta masyarakat ikut melakukan pencegahan, apalagi di lahan gambut yang ketika sudah terbakar maka sulit dipadamkan.
Sementara, aparat kepolisian terus meningkatkan patroli dan penegakan hukum terkait dengan kesengajaan membakar hutan dan lahan ini. Kata Sutopo, sosialisasi terus ditingkatkan kepada semua pihak agar tidak membakar dan ikut melakukan pencegahan.
Di sisi lain pantauan Satelit Aqua, Terra, SNPP dalam 24 jam terakhir pada katalog Modis LAPAN telah mendeteksi 885 titik panas (hotspot) kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat pada pukul 07.13 WIB hari ini. Dari 885 titik panas tersebut, 509 titik panas masuk kategori sedang dan 376 titik panas ada di kategori tinggi.
Jumlah tersebut adalah yang terbanyak dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Daerah yang cukup banyak terdeteksi titik panas adalah Kalimantan Tengah dengan 151 titik panas.
Satgas darat dari TNI, Polri, BPBD, Manggala Agni, Dinas Pemadam Kebarakan, Satpol PP dan relawan berperan memadamkan di darat. Sementara Satgas udara melakukan pemadaman dari udara.
BNPB sendiri mengklaim telah mengerahkan 10 helikopter yang digunakan untuk patroli dan
water bombing. Jumlah helikopter itu sudah ditambah dari 4 helikopter yang beroperasi sejak 20 Agustus di sekitar Kalbar.
BNPB dan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) juga terus melakukan hujan buatan atau teknologi modifikasi cuaca menggunakan pesawat Casa 212-200 TNI AU.
 Ilustrasi kebakaran hutan. (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi) |
"Sudah 5 ton bahan semai Natrium Clorida (CaCl) ditaburkan ke dalam awan-awan potensial di angkasa. Dalam beberapa hari turun hujan, meski tidak merata. Namun mengurangi jumlah kebakaran yang ada," lanjut Sutopo.
Dampak kebakaran hutan dan lahan di Kota Pontianak disebut Sutopo telah menyebabkan kualitas udara menurun. Berdasarkan konsentrasi partikulat (PM10) terukur 166 mikro gram per meter kubik atau kategori tidak sehat pada tadi pagi.
Sebaran asap mengarah ke utara di wilayah Kalimantan Barat bagian barat. Akibatnya, 2.000 orang dilaporkan menderita sakit ISPA selama musim kemarau ini.
Sementara itu, Bandara Internasional Supadio di Pontianak yang sempat ditutup telah beroperasi normal dengan jarak pandang 4 kilometer. Sekolah juga sudah masuk kembali, setelah sebelumnya sekolah diliburkan selama 20-22 Agustus 2018 karena pengaruh asap kabakaran hutan dan lahan.
Kebakaran hutan dan lahan di wilayah Kalimantan Barat juga telah menyebabkan empat orang meninggal dunia sejak sebulan terakhir. Sutopo menjelaskan korban meninggal akibat terpapar asap dan api saat lahan di sekitarnya terbakar.
"Mereka terjebak dalam kepungan api yang dibuat untuk membersihkan lahan. Keempat korban berasal dari daerah yang berbeda yaitu Kabupaten Melawi, Sambas dan Sintang," kata dia.
----
Catatan Redaksi:BNPB telah mengklarifikasi berita ini dan menyatakan tradisi gawai serentak di Kalimantan Barat tak ada kaitannya dengan kebakaran hutan dan lahan.
Sutopo menyatakan tidak bermaksud menghina atau mencap tradisi gawai sebagai penyebab semakin banyaknya kabut asap.
"Atas nama pribadi dan sebagai Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Saya mohon maaf kepada masyarakat Dayak di seluruh Indonesia atas kekhilafan penulisan yang mengakibatkan penafsiran yang salah," kata Sutopo dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Rabu (29/8).
Simak klarifikasi lengkapnya
di sini.
(ayp/wis)