Jakarta, CNN Indonesia --
Oo.. hentikan
Hentikan jangan diteruskan
Kami muak dengan ketidakpastian dan keserakahanDenting gitar dan tabuhan cajon mengiringi duet
musisi jalanan, Adi dan Wandi, di atas
Metromini S69 jurusan Blok M-Ciledug.
Lagu
Bongkar dari musisi kenamaan Iwan Fals, mereka bawakan untuk menghibur sekitar enam penumpang sore itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usai Adi dan Wandi menyanyikan lagu tersebut, sang sopir memberi tanda mobil akan segera berangkat dari Terminal Blok M menuju Ciledug di Provinsi Banten.
"Ya, baik pemirsa, sekian sajian dari 69 FM, semoga terhibur. Jaga selalu barang bawaan Anda," ucap Wandi lalu mengumpulkan duit receh dari para penumpang.
Mereka kemudian turun untuk berganti Metromini dan kembali mengamen, menjual suara sekadar menghibur dengan lirik lagu bernuansa kritik sosial.
Di sela-sela mengamen, Wandi bercerita kepada
CNNIndonesia.com soal keresahannya terhadap wacana pembubaran Metromini.
Selama ini, selain menjadi tempat mencari sesuap nasi, Metromini jadi panggung Wandi untuk menyalurkan kritik sosial lewat lagu yang dinyanyikannya.
Sebagai musisi jalanan, Wandi menilai Metromini adalah tempat paling terjangkau untuk menyampaikan keresahan terhadap ketidakadilan.
Keresahan Wandi biasanya tersalurkan lewat lagu-lagu Iwan Fals, seperti Pesawat Tempur dan Sugali yang bercerita soal ketidakadilan bagi orang kecil.
"(Mengamen di Metromini) penyampaian hati. Jadi maksudnya apa keluh kesah gua, misal ada masalah di rumah, masalah hati, problem dunia, gua curhat lewat lagu dan
sampein ke penumpang," kata Wandi saat ditemui di Terminal Blok M, Kamis (18/10).
Wandi mengaku sudah mengamen di Metromini sejak 2012. Ia memilih bus-bus yang ada di sekitar Terminal Blok M, Jakarta Selatan.
Selain melantunkan sejumlah kritik, Wandi juga ingin mematahkan stigma soal anak jalanan yang kerap dicap berandalan dan berpenampilan urakan atau tak rapi.
Sebab itu ia selalu mengamen dengan pakaian rapi, kemeja rapi dan celana jin. Tak lupa semprotan parfum dan kaca mata
wayfarer ala Tom Cruise ia kenakan.
 Wandi (kaca mata) dan Adi mengaku akan kehilangan panggung musik kritik jika Metro Mini punah.(CNN Indonesia/Dhio Faiz) |
"Enggak semua anak jalanan buruk. Justru gua
ngelindungi penumpang dengan
ngingetin jaga barang bawaannya, jangan pakai perhiasan berlebihan," kata dia.
Pengamen lainnya, Rasya, juga mengaku merasa kehilangan bila Metromini benar-benar punah.
Pasalnya, ia sudah turun ke jalan sejak usianya sebelas tahun. Biasanya perempuan berusia 24 tahun itu membawakan lagu-lagu
punk rock jalanan seperti
Panasnya Matahari.
"Panasnya matahari dan debu kota ini, kami bernyanyi di sini," ucap Rasya mendendangkan lagu favoritnya.
"Merasa kehilangan banget, banget. Ya, sebagai mata pencaharian juga dari kecil," tuturnya.
Adi, rekan Wandi, juga serupa. Ia menganggap Metromini sebagai kesempatan dirinya untuk menyalurkan hobinya bermusik.
Biasanya ia membawakan lagu-lagu Iwan Fals yang terkenal dengan kritik pedas era Orde Baru.
Bongkar jadi salah satu lagu andalan Adi saat mengamen.
Namun menurutnya kini membawakan lagu kritik di Metromini juga sudah tak seefektif dulu karena penumpang semakin sedikit.
Hal itu juga berujung pada berkurangnya pendapatan para musisi jalanan. Sebab itu ia kini lebih sering mengamen di Metromini yang sedang mengetem di terminal.
"Sekarang paling Rp100 ribu sehari. Dulu mah, seratus merem," kata Adi sambil tertawa.
Adi menerima jika Metromini tutup usia. Namun ia berharap kepada Pemprov DKI Jakarta dan Transjakarta untuk memberi ruang bagi pengamen seperti dirinya untuk sekadar mencari nafkah.
Tak perlu sampai memperbolehkan pengamen masuk ke bus. Cukup sediakan tempat khusus bagi pengamen untuk bernyanyi, menyalurkan kritik, dan mencari nafkah secara legal.
"Kalau bisa kebijakan Transjakarta menyeleksi pengamen dan kasih wadah, buka stan. Diseleksi juga, jangan asal
genjreng," katanya.
(pmg/sur)