Humas PT Transjakarta Wibowo mengatakan pengadaan unit Minitrans ditujukan untuk membantu para operator angkutan umum merevitalisasi armadanya.
"Jadi Minitrans itu revitalisasi bus-bus mitra, pengusaha ini kan cukup membayarkan DP [
down payment] Rp70 juta, yang boleh menjadi mitra itu adalah operator angkutan umum," ujar Wibowo.
Sementara Kepala Kepala Bidang Angkutan Jalan Dinas Perhubungan DKI Jakarta Masdes Aroufi mengatakan Minitrans muncul karena ketidaksiapan PT Metromini melakukan revitalisasi di tengah konflik internal. Sementara para anggotanya ingin meningkatkan kesejahteraan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seharusnya kemitraan itu kepada badan hukumnya, tapi karena ini [Metromini] ribut bermasalah, nah kita berikan kanal khusus lah," kata Masdes.
Masdes mengatakan Transswadaya atau Minitrans ini tak akan diteruskan dan hanya dicukupkan 100 unit saja. Selanjutnya, para pengusaha Metromini yang ingin bergabung harus melalui badan usahanya, PT Metromini.
Derita Kopaja
Sebelum ada Minitrans, PT Transjakarta sudah bekerja sama dengan Koperasi Angkutan Jakarta (Kopaja) pada Desember 2015. Kerja sama dijalin antarlembaga, bukan perorangan atau swadaya.
Staf Bagian Legal Kopaja Malvin Barimbing menyebut integrasi Kopaja dengan PT Transjakarta seperti buah Simalakama. Pilihannya sulit.
Operator membutuhkan dana Rp700 juta untuk menebus satu unit bus, serta memenuhi setumpuk persyaratan di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Setelah itu, operator harus memenuhi Standar Pelayanan Minimum (SPM) sesuai kontrak perjanjian. SPM adalah standar yang harus dipenuhi operator agar mendapatkan imbal jasa pelayanan rupiah per kilometer.
"Jika SPM tidak terpenuhi, misal ada yang kurang lengkap saja dari bus kita, kena denda," ujar Malvin.
Namun, jika menolak integrasi dengan Transjakarta, Kopaja tidak memiliki dana yang cukup untuk meremajakan seluruh armadanya. Koperasi ini juga harus bersaing dengan transportasi online yang semakin menjamur.
"Jadinya maju kena mundur kena, kan," tutur Malvin.
Ketua Umum Kopaja Asyari Nasution mengatakan keuntungan yang didapat Koperasi tidak begitu besar setelah integrasi ke Transjakarta. Sebab, banyak denda yang harus diterima akibat SPM yang tak terpenuhi.
Selama tiga bulan terakhir, antara Juli hingga September 2018, Kopaja harus membayar denda sebesar Rp7,2 miliar karena sejumlah SPM yang tidak terpenuhi.
"Pintu enggak terbuka contohnya,
voice announcer, itu diberikan waktu tapi tidak dipenuhi akhirnya kami kena denda, kayak P3K, masalah AC tidak dingin, kotor, jadi masalah itu. Kalau dulu reguler, jalan gelinding saja," tutur dia.
Asyari pun mengingatkan operator bus sedang perlu persiapan matang jika ingin berintegrasi dengan PT Transjakarta. Bukan hanya dana, tetapi pemenuhan SPM yang tertera dalam kontrak agar tidak menjadi merugi di kemudian hari.
(pmg)