Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Eksekutif Maarif Institute Muhd Abdullah Darraz menyayangkan upaya kriminalisasi yang dialami
Grace Natalie oleh
Eggy Sudjana, dalam kasus pidato menolak perda keagamaan di beberapa daerah. Darraz menilai, pelaporan Eggi ke kepolisian sebagai bentuk ketidaksiapan dalam perbedaan pendapat.
"Seharusnya dalam persoalan penolakan ditanggapi dengan diskusi dan adu argumen, tidak lantas dibawa ke ranah hukum," kata Darraz, Jumat (17/11).
Dia mengatakan upaya pelaporan yang dilakukan oleh Eggy Sudjana terkait pernyataan Ketua Umum PSI Grace Natalie merupakan langkah yang tidak tepat. Hal itu, kata dia, memperlihatkan ketidaksiapan melakukan diskursus publik tekait isu tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sepatutnya, dengan adanya lontaran penolakan 'perda agama' ini harus dijadikan momentum mencerdaskan publik dan menciptakan diskursus publik yang sehat. Bukan malah dikriminalisasi melalui proses hukum," katanya.
Perda-perda bernuansa keagamaan, kata dia, merupakan wujud salah kaprah terhadap sila pertama Pancasila.
"Saya sepakat bahwa Pancasila yang memuat sila Ketuhanan Yang Maha Esa harus ditafsirkan dengan perspektif kebangsaan yang luas, yang bisa memayungi semua anak bangsa dan tidak digiring pada penafsiran keagamaan tertentu secara eksklusif," kata dia.
Oleh karena itu, Darraz mengatakan upaya memunculkan perda-perda keagamaan itu merupakan sebuah "kesalahan penafsiran" atas Pancasila sila Pertama.
"Perda berbasis agama merupakan satu penonjolan identitas keagamaan tertentu yang sangat potensial bermuatan diskriminatif. Kita menyaksikan akhir-akhir ini politik identitas dengan menggunakan identitas agama tertentu telah bangkit dan itu berpotensi memecah belah keutuhan bangsa," kata dia.
Sebelumnya, Kuasa hukum Sekretaris Jenderal Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) Zulkhair, Eggi Sudjana, menyebut ada kesamaan muatan pelanggaran hukum yang dituduhkan ke Grace Natalie dengan kasus penistaan agama oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Bahkan Eggi menilai, pernyataan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia itu lebih parah dari Ahok.
Menurut Eggi, tuduhan tindak pidana penistaan agama ke Grace terdapat pada tiga poin yakni menyatakan bahwa peraturan daerah (perda) menimbulkan ketidakadilan, diskriminasi, serta intoleransi. Sementara, lanjut dia, pernyataan Ahok yang mengandung unsur penistaan agama hanya satu yakni meminta masyarakat tidak mau dibohongi oleh Surat Al Maidah ayat 51.
"Menurut hemat saya, secara ilmu hukum ini lebih parah dari Ahok," kata Eggi usai mendampingi kliennya membuat laporan polisi di kantor Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Gambir, Jakarta Pusat pada Jumat (16/11).
Laporan Zulkhair diterima dengan nomor laporan polisi LP/B/1502/XI/2018/BARESKRIM tertanggal 16 November 2018. Grace dilaporkan dengan dugaan pelanggaran Pasal 156A KUHP, Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 14 juncto Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Sebelumnya, Grace mengatakan PSI menolak perda berlandaskan agama termasuk Perda Syariah dalam peringatan ulang tahun keempat partainya di ICE BSD, Tangerang, Minggu (11/11).
Grace berkata partainya tidak akan pernah mendukung perda yang berlandaskan agama, seperti Perda Syariah dan Perda Injil.
"PSI akan mencegah lahirnya ketidakadilan, diskriminasi, dan seluruh tindakan intoleransi di negeri ini. PSI tidak akan pernah mendukung perda-perda Injil atau perda-perda Syariah," ujar Grace.
(ain)