Jakarta, CNN Indonesia -- Chairman PT Paramount Enterprise Internasional,
Eddy Sindoro disebut menyetujui pemberian duit kepada eks panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
Edy Nasution sebesar Rp100juta. Duit itu merupakan imbalan atas penundaan aanmaning perkara niaga antara PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) melawan PT Kwang Yang Motor.
Hal ini dikatakan oleh mantan pegawai PT Artha Pratama Anugrah, Wresti Kristian Hesti Susetyowati sebagai saksi dalam persidangan pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin (7/1).
Wresti mengaku kerap dipanggil oleh PT Paramount Enterprise Internasional untuk melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh legal staff seperti memberi referensi pengacara dan strategi hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait aanmaning PT MTP itu pun Wresti melaporkan ke Eddy perkembangannnya, termasuk soal adanya permintaan duit dari Edy Nasution. Atas laporan ini, Eddy pun tak menolak permintaan uang itu.
"Saya bilang ke Pak Eddy saya sudah koordinasi dengan PN Jakpus dan diminta kirim surat ke PN Jakpus dan dimintai Rp100 juta," kata Wresti kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Abdul Basir.
Menanggapi pernyataan tersebut, Jaksa Abdul Basir menanyakan apakah ada keberatan yang dinyatakan Eddy terkait dengan jabatan Edy Nasution sebagai pegawai negeri, namun meminta uang imbalan. Wresti pun menjawab tidak ada.
"Tidak ada," kata Wresti.
Untuk diketahui, imbalan ini setelah PN Jakarta Pusat melakukan surat peringatan atau aanmaning kepada PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) pada 1 September 2015. Namun PT MTP tidak hadir dan dipanggil kembali pada 22 Desember 2015.
Dalam dakwaan, Eddy disebut meminta penundaan aanmaning kepada Edy Nasution melalui Wresti. Edy Nasution pun menyetujuinya dengan imbalan Rp100 juta.
Wresti pun mengakui dirinya sempat bertemu dengan Edy Nasution dan berkonsultasi mengenai penundaan aanmaning tersebut. Penundaan diminta Wresti karena Presiden Direktur PT MTP berhalangan hadir dan pengacaranya belum ditunjuk.
"Saya tanya bagaimana aanmaning itu di tanggal itu, tidak ada direksi dan lawyernya sarannya kirim surat penundaan aanmaning," tambah Wresti kepada Jaksa.
Sebelumnya Eddy didakwa memberi uang Rp150 juta dan US$50 ribu kepada panitera PN Jakarta Pusat, Edy Nasution terkait penundaan aanmaning Perkara Niaga PT MTP melawan PT Kwang Yang Motor dan pengajuan Peninjauan Kembali Perkara Niaga oleh PT AAL.
Selain itu, nama mantan Sekretaris Mahkama Agung (MA) Nurhadi disebut dalam dakwaan tersebut. Nurhadi disebut pernah menghubungi Edy Nasution untuk meminta agar berkas PK PT AAL segera dikirim ke Mahkamah Agung.
Eddy pun didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 65 Ayat (1) junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
(ani/osc)