Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Forum Masyarakat
Nelayan Kampung Baru Dadap, Waisul Kurnia, minta maaf kepada PT Kapuk Naga Indah (
KNI) terkait pernyataannya mengenai pembangunan jembatan penghubung pulau
reklamasi.
Atas pernyataannya, Waisul ditetapkan sebagai tersangka pencemaran nama baik dan ujaran kebencian terhadap PT KNI. Anak perusahaan PT Agung Sedayu Group milik taipan Sugianto Kusuma alias Aguan ini merupakan pihak pengembang dalam proyek tersebut.
Permintaan maaf Waisul disampaikan dalam surat berjudul Press Release. Surat tertanggal 8 Maret 2019 itu ditandatangani Waisul di atas materai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya, Waisul Kurnia, dengan ini menyatakan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada PT Kapuk Naga Indah dan rekan-rekan media lainnya yang telah saya rugikan atas pernyataan saya sebelumnya," demikian isi penggalan surat tersebut.
Dalam surat itu, Waisul juga menyesali perbuatannya karena telah merugikan PT KNI melalui pernyataannya di berbagai media baik cetak maupun elektronik. Menurutnya, pernyataan sebelumnya itu tidak benar karena dirinya tidak pernah mengetahui fakta-fakta di lapangan tentang pembangunan jembatan yang dilakukan PT KNI.
Selain itu, Waisul juga berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya lagi di kemudian hari. Dia menyatakan siap dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata, apabila melanggar hal ini.
"Demikian Press Release ini saya buat dengan sebenar-benarnya, tanpa ada paksaan dan tekanan dari pihak manapun," demikian kalimat penutup surat tersebut.
Ketika ditemui di kampungnya, Waisul tak membahas surat pernyataan permintaan maaf itu sama sekali. Dia bahkan tak mau lagi membicarakan pembangunan jembatan yang selama ini dia pertanyakan bersama forum nelayan.
"Saya tidak mau menimbulkan polemik baru," kata Waisul saat ditemui
CNNIndonesia.com, Jumat (8/3).
 Pemandangan Pulau Reklamasi dilihat dari atas Teluk Jakarta. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Sebelumnya, Waisul mempertanyakan pembangunan jembatan yang menghubungkan Pantai Indah Kapuk 2 dengan Pulau C hasil reklamasi. Pembangunan jembatan ini dianggap mengganggu lalu lintas kapal nelayan karena dibangun melintang di jalur yang selama ini dilalui.
Di hadapan sejumlah jurnalis pada Juli 2018, Waisul menyatakan tak ada sosialiasi pembangunan dari pihak pengembang terhadap masyarakat nelayan. Pemberitaan yang memuat pernyataan tersebut, kemudian menjadi bukti pihak PT KNI untuk melaporkan Waisul ke polisi. Waisul lalu ditetapkan sebagai tersangka.
Perhimpunan Advokat Pro Demokrasi (PAPD) selaku tim pengacara Waisul menyatakan tidak mengetahui kliennya telah meminta maaf kepada PT KNI. Direktur Eksekutif PAPD Marthen Siwabessy mengklaim baru mengetahui surat tersebut dari kalangan jurnalis.
Dia pun meminta klarifikasi dari pihak kepolisian terkait keberadaan surat pernyataan permintaan maaf dari Waisul. Sebab menurutnya, surat itu ditandatangani Waisul di tengah pemeriksaan di Mapolda Metro Jaya.
"Problemnya, ini dilakukan di ranah pemeriksaan yang formil. Kalau dilihat dari pakaian, itu di kantor polisi," kata Marthen saat dikonfirmasi.
Dia menjelaskan kronologi berdasarkan penuturan Waisul. Kliennya ditangkap polisi pada Rabu (6/3) malam di rumahnya kawasan Dadap, Kabupaten Tangerang. Sekitar pukul 00.30 WIB dini hari, tim pengacara dan Waisul menolak diperiksa karena sudah larut malam.
Waisul akhirnya baru menjalani pemeriksaan pada pukul 17.00 WIB, Kamis (7/3). Namun sebelum pemeriksaan, kata Marthen, ada orang yang mengatasnamakan pihak PT KNI mendatangi Waisul dan membawa surat bermaterai tersebut. Dia mengklaim tak mengetahui nama orang itu. Saat itu, tim pengacara belum datang mendampingi Waisul.
Marthen mempertanyakan pengawasan pihak Polda Metro Jaya hingga ada pihak yang mengintervensi proses pemeriksaan Waisul. Dia menyebut pihak kepolisian telah kebobolan dalam hal ini.
"Waisul ini kan berada di bawah pengawasan mereka (polisi). Kenapa bisa pihak luar tiba-tiba datang ke kantor polisi kemudian mengintervensi proses pemeriksaan," kata Marthen.
"Kami tunggu konfirmasi polisi. Ini dalam pengawasan polisi," tambahnya.
Dia mengatakan Waisul tidak membicarakan permintaan maaf sama sekali. Saat ditemui jelang pemeriksaan, kata Marthen, Waisul juga tak menunjukkan gelagat apapun.
Namun Marthen menduga Waisul mendapat tekanan ketika menandatangani surat permintaan maaf tersebut. Menurutnya, setiap orang dalam kondisi tertekan akan melakukan apapun untuk kebebasannya.
"Kenapa dia menandatangani itu? Kami menduga ada tekanan terhadap dia (Waisul). Surat itu beredar di media, bukan kami yang menyebarkan. Kami enggak ada di tempat waktu itu," ujar Marthen.
Dia menyatakan jika pernyataan permintaan maaf itu berimplikasi hukum terhadap Waisul, maka tim pengacara akan mengambil langkah hukum. Marthen mengatakan pihaknya juga belum mengonfirmasi hal ini ke pihak PT KNI.
"Apa salah Waisul kalau minta maaf. Kami pertimbangkan hukumnya juga tentang penetapan status tersangka Waisul," katanya.
(Bersambung ke halaman berikutnya... "Pengacara minta Waisul tanda tangan")[Gambas:Video CNN]
Pengacara minta Waisul tanda tanganSaat dihubungi terpisah, pihak PT KNI pun membenarkan surat permintaan maaf Waisul. Namun sumber
CNNIndonesia.com ini tak bersedia dikutip pernyataannya.
Sementara itu, Achmad Gozali adalah salah satu orang yang menjadi saksi saat Waisul menandatangani permintaan maaf kepada PT KNI. Menurut Achmad, saat itu hanya ada dirinya, Waisul, Marthen dan seorang polisi di ruangan Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.
Dia datang ke Polda Metro Jaya atas perintah petinggi PT KNI. Namun Achmad menolak disebut mewakili perusahaan tersebut.
Menurutnya, surat itu dibuat di depan polisi dengan disaksikan dirinya dan pihak pengacara. Achmad mengatakan Waisul menandatangani surat itu pada Kamis malam setelah pemeriksaan selesai.
"(Surat) dibuat di depan kepolisian. Ada pengacara Pak Waisul, sama saya. Marthen, pengacaranya Pak Waisul. Sebelum dia keluar (pulang), diminta tanda tangan itu," kata Achmad kepada
CNNIndonesia.com.Selain menandatanganinya, kata Achmad, Waisul juga membacakan isi surat tersebut. Bahkan menurutnya, Marthen juga menyuruh Waisul menandatangani surat tersebut.
"Tanda tangani, kata pengacaranya. Ya sudah, lalu ditandatangani (Waisul)," kata Achmad menceritakan kejadian itu.
Pekerja beraktivitas di kawasan Pulau D Reklamasi, Jakarta. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar) |
Achmad mengaku telah mengenal Waisul sebelumnya sebagai kawan. Sebelumnya, dia sempat menemui Waisul sekitar pukul empat sore di Polda. Achmad mengklaim bahwa Waisul minta bantuan kepadanya.
"Saya bilang (ke Waisul) saya bisa bantu, tapi
lu jangan buat macam-macam lagi. Dia bilang, 'Ya sudahlah enggak apa-apa. Saya juga enggak mau gini lagi, keadaan saya begini saya juga enggak ditolongin'," kata Achmad.
Usai pertemuan itu, Achmad kembali ke Polda pada malam hari. Kemudian, Waisul pun menandatangani surat permintaan maaf.
"Sebagai teman, saya bantu. Saya ingin ini beres," ujar Achmad.
Di pihak lain saat dikonfirmasi ulang, Marthen tetap menyatakan tak mengetahui bahwa Waisul telah menandatangani surat permintaan maaf. "Saya enggak tahu," katanya lewat panggilan telepon, Sabtu (9/3).
Marthen mengatakan surat itu ditandatangani pada 8 Maret, saat dirinya sudah tidak berada di Polda lagi. Namun dia menduga penandatangan itu dilakukan di Polda Metro Jaya.
Saat dikonfirmasi terpisah, pihak Polda Metro Jaya menyatakan belum mengetahui soal permintaan maaf Waisul kepada PT KNI.
"Belum ada konfirmasi," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono, Sabtu.
Pembangunan jembatan penghubung PIK 2 dan Pulau C mendapat sorotan karena Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelumnya menyegel Pulau C dan D proyek reklamasi pada Juni 2018. Penyegelan itu disertai penerbitan Pergub 58 Tahun 2018 tentang Badan Koordinasi Pengelolaan Pantura Jakarta.