Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK)
Mahfud MD menilai pengaduan soal dugaan KTP palsu biasa terjadi dalam sidang sengketa hasil pemilihan umum salah satunya dalam
pilpres 2019.
Pernyataan Mahfud menanggapi soal dugaan 17,5 juta data palsu atau siluman dalam pilpres yang dipaparkan saksi Prabowo-Sandi di MK. Dia pun mengikuti perkembangan sidang gugatan hasil Pilpres 2019 yang berlangsung di MK sejak Jumat (14/6) lalu.
"Data (dugaan KTP palsu) seperti itu selalu terjadi di dalam setiap sengketa pilpres maupun sengketa pilkada," ujarnya usai Halal Bihalal Gerakan Suluh Kebangsaan di Hotel Grand Melia, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (19/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mahfud pun menceritakan pengalamannya saat menjabat sebagai Ketua MK periode 2008-2011 lalu. Saat itu, Mahfud juga harus melakukan sidang terkait sengketa pilkada dengan dugaan maraknya data KTP palsu.
Saat sidang kala itu, pihaknya pun meminta Kementerian Dalam Negeri periode 2009-2014, Gamawan Fauzi, untuk memberikan keterangan. Namun Gamawan tidak bisa menjelaskan soal dugaan data palsu itu.
"Saya ngadili itu banyak, dulu ada bahwa sekian ribu DPT itu tanggal lahirnya sama, kita duga palsu, kita panggil waktu itu Menteri Dalam Negeri Pak Gamawan Fauzi kok bisa KTP tanggal lahirnya sama berarti ini palsu tapi di lapangan orangnya ada, cuma sekian ribu KTP itu tanggal lahirnya sama, enggak bisa jelaskan Mendagri," tuturnya.
Karena tidak bisa menjelaskan, Mahfud mengatakan pihak Kemendagri pun memanggil bagian Programmer IT untuk memberikan keterangan. Saat itu dipaparkan jika dugaan KTP palsu itu karena kesalahan sistem yang terjadi. Dugaan KTP palsu itu pun akhirnya tidak terbukti.
"Lalu dipanggil Programmer IT dikatakan itu programnya yang salah atau ada kekeliruan, karena apa, setiap orang yang mendaftar KTP pada hari yang sama tanggalnya menjadi sama seluruhnya," tuturnya.
Meski demikian, Mahfud mengatakan belum mengetahui apakah hal serupa juga terjadi pada pilpres kali ini. Jika memang dugaan kecurangan itu terbukti, maka MK harus menyatakan pemilu bermasalah.
"Saya tidak tahu yang sekarang ini apa, yang 17,5 juta biar didalami oleh hakim itu pasti bisa dijelaskan ada IT-nya kalau memang palsu pemilu harus dinyatakan bermasalah, cacat hukum. Tapi kita lihat dulu bagaimana pemeriksaan hakim dan hasil akhir dari data itu," ucapnya.
Pada sidang sengketa pilpres 2019 di MK hari ini, seorang saksi yang dihadirkan tim Prabowo-Sandi bernama Idham Amiruddin menjelaskan temuan Nomor Induk Kependudukan (NIK) kecamatan siluman dan NIK rekayasa dalam Pilpres 2019. Idham mengklaim jumlah NIK siluman mencapai 56.832 dengan jumlah terbanyak di Provinsi Bengkulu.
Menurutnya, NIK siluman terjadi ketika jumlah kecamatan berbeda dengan data pemilih. Misalnya, kata dia, ada 40 kecamatan di Bogor. Namun kode yang yang tercantum dalam NIK mencapai 85.
[Gambas:Video CNN] (gst/dal)