Jakarta, CNN Indonesia -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (
KPU) Wahyu Setiawan menilai sidang sengketa Pilpres 2019 di
Mahkamah Konstitusi (MK) penuh dengan drama.
Drama itu menurut Wahyu salah satunya berasal dari keterangan beberapa saksi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Beberapa saksi disebutnya mencampuradukkan fakta dan opini pribadi.
"Terlalu banyak drama yang menurut saya ini membahayakan karena ini ditonton oleh seluruh rakyat Indonesia," kata Wahyu dalam diskusi di DPP PA GMNI, Jakarta, Rabu (26/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Rakyat kadang-kadang karena literasinya terbatas, beragam, kadang-kadang tidak bisa menangkap mana yang fakta, mana yang opini, mana yang berbohong," ujarnya menambahkan.
Wahyu mencontohkan kesaksian terkait klaim Daftar Pemilih Tetap (DPT) Siluman.
DPT Siluman dalam surat permohonannya Tim Hukum Prabowo-Sandi merujuk pada indikasi DPT tidak wajar sebanyak 17,5 juta.
KPU selaku termohon disebut tidak pernah mampu menjelaskan kebenaran informasi yang diajukan pemohon. Sebaliknya, Wahyu menyebut temuan DPT Siluman itu hanya kesalahan administratif, bukan data fiktif.
KPU dan perwakilan paslon sudah mengecek ke lapangan dan membuktikan keberadaan orang yang ada di dalam DPT itu.
Wahyu juga mencontohkan drama lain dalam kesaksian Beti Kristiana. Beti mengaku menemukan amplop surat suara yang tercecer di daerah Juwangi. Ia juga mengklaim sebagai warga Boyolali.
Namun KPU mengecek data diri Beti dalam DPT. Menurutnya KPU menemukan fakta yang berbeda.
"Kemudian kita juga cek ternyata Ibu Beti itu bukan warga Boyolali, tetapi warga Kabupaten Semarang, Kecamatan Suruh, dan menggunakan hak pilihnya di kecamatan Suruh itu," tuturnya.
Sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) akan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi pada 27 Juni. Sidang ini melibatkan tiga pihak yakni Prabowo-Sandiaga selaku pemohon, KPU sebagai termohon, dan Jokowi-Ma'ruf Amin selaku pihak terkait.
(dhf/wis)