Wiranto Sebut HAM Berat di Papua Terkendala Masalah Teknis

CNN Indonesia
Rabu, 04 Sep 2019 01:00 WIB
Menko Polhukam Wiranto menyebut pemerintah bukan tak ingin menyelesaikan masalah HAM berat di Papua, tetapi penyelesaiannya terkendala masalah teknis hukum.
Menko Polhukam Wiranto. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto membantah pemerintah enggan menyelesaikan kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia berat yang terjadi di Papua. Menurutnya, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di Bumi Cendrawasih terkendala masalah teknis.

"Bukan pemerintah tidak mau, enggan menyelesaikan, tetapi ada hal-hal teknis hukum, aturan main di bidang hukum yang tidak bisa dipenuhi," ujar Wiranto di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa (3/9).

Wiranto membeberkan pemerintah menerima laporan 12 kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Papua. Dari seluruh kasus itu, ia menyatakan hanya tiga kasus yang dinyatakan memenuhi kriteria pelanggaran HAM berat. Sementara sisanya merupakan tindak pidana kriminal yang cukup ditangani di Kepolisian.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adapun tiga kasus pelanggaran HAM berat itu, kata Wiranto, yakni kasus dugaan penyiksaan hingga pembunuhan oleh aparat di Wasior tahun 2001; dugaan kekerasan terhadap warga sipil oleh aparat di Wamena tahun 2003; dan kekerasan hingga pembunuhan oleh aparat di Paniai tahun 2014.

Terkait dengan tiga kasus itu, Wiranto mengklaim telah terjadi kerjasama antara Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung. Kerjasama itu dijalin karena penyelesaian pelanggaran HAM harus diselesaikan lewat penyelidikan dan penyidikan.

"Nah masalahnya sekarang antara Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung masih belum klop. Apa yang sudah ditemukan Komnas HAM, diserahkan ke Kejaksaan Agung ternyata dicek, dipelajari, dianalisis belum memenuhi untuk dapat diteruskan dalam proses-proses pengadilan," ujarnya.

Akibat kondisi itu, Kejaksaan Agung mengembalikan berkas penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM. Hal itu terjadi berulang kali sampai saat ini.

"Jadi ini agak makan waktu," ujar Wiranto.

Lebih lanjut mantan Panglima ABRI ini mencontohkan hambatan teknis yang terjadi selama proses penyelidikan pelanggaran HAM berat di Papua, yakni terkait dengan autopsi jenazah. Ia menyebut keluarga korban menolak jenazah keluarganya dibedah oleh pihak terkait yang tengah mencari alat bukti.

"Sehingga tidak bisa dibedah, tidak ada kelengkapan bukti. Sehingga terhambat. Jadi inilah yang terjadi," ujarnya.

Di sisi lain, Wiranto mengklaim penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di Wasior dan Wamena mulai masuk ke dalam tahap penyelesaian. Ia menyatakan kedua kasus itu tengah dalam proses melengkapi syarat formal dan material agar bisa masuk ke dalam proses peradilan.

"Kasus Wasior dan Wamena ini sudah telah ada koordinasi Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung terus berlanjut melengkapi syarat formal dan material untuk dapat melanjutkan pada proses peradilan," ujar Wiranto.

Khusus untuk Wasior, Wiranto menyebut delapan anggota Polri telah diadili dalam Mahkamah Militer Tinggi II pada tahun 2003. Akibat hal itu, pemerintah kesulitan jika harus menggelar peradilan ulang terkait kasus di Wamena.

"Hal seperti ini lah yang mengisyarakatkan bahwa bukan karena pemerintah enggan menyelesaikan, malas menyelesaikan, atau tidak mau menyelesaikan, tapi ada hal-hal teknis. Ini yang terus digembar gemborkan pelanggaran HAM di sana (Papua) tidak pernah diselesaikan," ujarnya.

Terkait dengan kondisi itu, Wiranto merasa perlu ada dialog dengan pihak terkait untuk menentukan apakah kasus pelanggaran HAM berat tersebut diselesaikan lewat ranah yudisial atau non-yudisial. Dalam ranah non-yudisial, ia menyebut terbuka pelanggaran HAM diselesaikan lewat upacara adat, misalnya upacara bakar batu.

"Ini saya katakan salah satu budaya yang bisa kita gunakan untuk jalur penyelesaian non-yudisial," ujar Wiranto.

[Gambas:Video CNN] (jps/osc)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER