Jakarta, CNN Indonesia -- Sebanyak lima orang dalam kasus ambulans berlogo Partai
Gerindra yang diduga membawa batu amunisi
kerusuhan aksi 21-22 Mei 2019 didakwa tiga pasal alternatif dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Tiga pasal itu adalah Pasal 212, Pasal 170 dan, Pasal 218 KUHP.
Atas dakwaan yang dibacakan, terdakwa menyatakan tak akan mengajukan nota keberatan atau ekspesi.
Jaksa penuntut umum Nopriyandi saat membacakan berkas dakwaan menyatakan, lima terdakwa yakni Yayan Hendrayana, Iskandar Hamid, Obby Nugraha, Hendrik Syamrosa, dan Surya Gemara Cibro menaiki ambulans berlogo Gerindra yang hanya digunakan sebagai kamuflase membantu korban.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, lanjut jaksa, mobil itu digunakan untuk mengangkut, menyimpan, dan menyebarkan batu-batu. Ia menambahkan, di mobil juga tak ditemukan alat-alat medis sebagaimana ambulans.
"Karena perbuatan terdakwa 1 Yayan Hendrayana alias Yayan Bin Ibing, terdakwa 2 Iskandar Hamid alias Iskandar, terdakwa 3 Obby Nugraha alias Obby bin Wilman diatur dan diancam pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 212 Jo Pasal 214 ayat (1) KUHP," kata Jaksa Penuntut Umum Nopriyandi membacakan berkas dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (16/9).
Pasal 212 KUHP menjerat siapapun yang melakukan kekerasan, ancaman kekerasan ataupun perlawanan terhadap pejabat yang sedang bertugas. Pelanggarnya diancam dengan hukuman pidana maksimal satu tahun empat bulan penjara atau denda paling banyak Rp4.500.
Selain itu pasal alternatif bagi kelimanya adalah Pasal 170 ayat (1) KUHP jo Pasal 53 ayat (1) yang berbunyi, "Barangsiapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan".
Pasal alternatif ketiga yang juga dimasukkan jaksa adalah Pasal 218 KUHP, yang mengatur larangan bagi siapapun yang dengan sengaja tak pergi saat ada kerumunan padahal sudah diperintah tiga kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang. Pelaku pelanggaran diancam hukuman pidana maksimal 4 bulan 2 minggu penjara atau denda paling banyak Rp9.000.
Dua Berkas BerbedaKendati lima orang tersebut ditangkap di lokasi yang sama dan dikenakan pasal alternatif yang serupa, namun berkas perkaranya berbeda. Dalam sidang tersebut, perkara dengan lima terdakwa ini dibagi menjadi dua berkas.
Berkas Yayan, Iskandar, dan Obby diketahui bernomor 974/Pid.B/2019/PN Jkt.Pst. Sedangkan berkas Surya Gemara dan Hendrik Syamrosa bernomor 973/Pid.B/2019/PN Jkt.Pst.
Jaksa Nopriyandi menjelaskan pemisahan itu terjadi karena menyesuaikan dengan berkas saat penanganan di kepolisian. Selain itu pemisahan berkas, kata dia, dilakukan untuk keperluan pemeriksaan saksi.
Akibat berkas yang berbeda tersebut, dalam sidang pun digelar pembacaan dakwaan sebanyak dua kali.
Setelah pembacaan dakwaan, kuasa hukum masing-masing terdakwa dalam setiap persidangan memilih untuk tak mengajukan eksepsi atau nota keberatan.
Salah satu anggota tim kuasa hukum, Anggie Tanjung beralasan hal tersebut dilakukan agar proses hukum bagi kliennya lebih ringkas.
"Kemarin kami juga menangani kasus serupa, bahkan sudah putus. Itu tidak ada eksepsi juga. Lagipula ini sudah hampir empat bulan, jadi untuk mempersingkat proses persidangan. Kalau makin lama nanti bisa jadi pengenaan pasalnya beda," kata Anggi saat dimintai konfirmasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Kami mengejar waktu supaya kena di pasal 218 itu. Kalau lewat 4 bulan, bisa kena pasal 170. Kan kasihan," tambah anggota kuasa hukum lain, Sutra Dewi.
Sidang lanjutan kasus ini bakal dilanjutkan Kamis (19/9) mendatang dengan jadwal pemeriksaan saksi. Rencananya menurut Jaksa Nopriyandi, bakal ada empat saksi fakta yang dihadirkan.
Sejumlah barang bukti dalam kasus ini diantaranya uang pecahan Rp100.000, selembar surat tugas DPC Gerindra Kota Tasikmalaya, belasan pecahan batu kaca, botol kaca minuman berenergi, satu unit ambulans dan, beberapa telepon genggam dengan berbagai merek.
[Gambas:Video CNN] (ika/kid)