
Aksi Kamisan Kritik Tindakan Represif Polisi Tangani Demo
CNN Indonesia | Jumat, 04/10/2019 00:30 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Aksi Kamisan ke-604 di seberang Istana Negara menyuarakan kritik terhadap penanganan represif aparat kepolisian dalam aksi #ReformasiDikorupsi sepekan belakangan.
Massa Aksi Kamisan tetap membawa poster berisi tuntutan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, namun di tengah itu mereka juga menyinggung unjuk rasa kalangan mahasiswa dan kelompok masyarakat sipil yang diwarnai korban kekerasan aparat.
"Ada yang meninggal, dua di antaranya mahasiswa di Kendari. Siapa yang kemarin kena gas air mata? Kita sama-sama terkena gas air mata. Kita lagi duduk-duduk santai begini, katanya rusuh lalu disemprot gas air mata," kata Arman di tengah peserta aksi yang duduk melingkar di halaman Taman Aspirasi seberang Istana Negara, Kamis (3/10).
Arman Dhani, pemandu diskusi dalam Aksi Kamisan menyinggung sejumlah korban meninggal dan luka-luka akibat penanganan aparat. Pantauan CNNIndonesia.com, lebih dari 100 orang yang sebagian besar anak muda mengikuti aksi rutin ini.
Salah satu anggota tim advokasi Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Demokrasi (AMuKK), Alghiffari Aqsa mengatakan rangkaian unjuk rasa di berbagai daerah memang sarat pelanggaran internal peraturan kepolisian.
Ia menjabarkan, dalam penanganan aksi massa setidaknya ada empat peraturan yang wajib dijadikan panduan polisi antara lain Perkap Kepolisian Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, Perkap Kepolisian Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian, Perkap Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pengendalian Massa dan, Perkap Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
"Kalau kemarin aksi tanggal 30 [September], baru ada lemparan botol [botol plastik bekas air mineral] langsung digas air mata. Apa-apa langsung gas air mata, itu namanya pelanggaran Perkap, Bapak-Bapak Polisi yang kami hormati. Kami mau polisinya lebih humanis," kata Alghifari Aqsa di tengah peserta Aksi Kamisan dan polisi yang berjaga di seberang Istana Negara.
Di antara polisi yang bertugas, beberapa tampak menyimak penjelasan mantan Direktur LBH Jakarta tersebut.
Alghif pun melanjutkan pemaparan. Kata dia, sesungguhnya terdapat rangkaian tahapan penanganan polisi dalam menghadapi unjuk rasa--mulai dari membujuk demonstran, lantas peringatan lisan, baru kemudian penggunaan senjata tumpul dan baru setelahnya diperbolehkan menggunakan senjata kimia seperti gas air mata, hingga pada akhirnya penggunaan senjata api.
"Panjang tahapannya. Tapi dalam beberapa peristiwa kemarin, Perkap semua dilampaui. Bahkan bisa jadi mungkin tidak ada Perkap, karena sampai ada yang meninggal," sambung dia lagi.
Ratusan orang mengalami luka-luka dalam aksi sepanjang sepekan terakhir yang menyuarakan tujuh tuntutan seperti penolakan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), beberapa RUU bermasalah, kriminalisasi aktivis dan, penyelesaian permasalahan Papua. Bahkan di Kendari, dua mahasiswa meninggal akibat bentrok dengan polisi ketika aksi serupa.
Selain itu, sejumlah penangkapan pun dilakukan. Belakangan aliansi pun menerima laporan mengenai ancaman drop out atau sanksi lain terhadap mahasiswa juga pelajar yang bergabung dalam rangkaian demonstrasi.
[Gambas:Video CNN] (ika/pmg)
Massa Aksi Kamisan tetap membawa poster berisi tuntutan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, namun di tengah itu mereka juga menyinggung unjuk rasa kalangan mahasiswa dan kelompok masyarakat sipil yang diwarnai korban kekerasan aparat.
"Ada yang meninggal, dua di antaranya mahasiswa di Kendari. Siapa yang kemarin kena gas air mata? Kita sama-sama terkena gas air mata. Kita lagi duduk-duduk santai begini, katanya rusuh lalu disemprot gas air mata," kata Arman di tengah peserta aksi yang duduk melingkar di halaman Taman Aspirasi seberang Istana Negara, Kamis (3/10).
Arman Dhani, pemandu diskusi dalam Aksi Kamisan menyinggung sejumlah korban meninggal dan luka-luka akibat penanganan aparat. Pantauan CNNIndonesia.com, lebih dari 100 orang yang sebagian besar anak muda mengikuti aksi rutin ini.
Salah satu anggota tim advokasi Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Demokrasi (AMuKK), Alghiffari Aqsa mengatakan rangkaian unjuk rasa di berbagai daerah memang sarat pelanggaran internal peraturan kepolisian.
Ia menjabarkan, dalam penanganan aksi massa setidaknya ada empat peraturan yang wajib dijadikan panduan polisi antara lain Perkap Kepolisian Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, Perkap Kepolisian Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian, Perkap Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pengendalian Massa dan, Perkap Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
"Kalau kemarin aksi tanggal 30 [September], baru ada lemparan botol [botol plastik bekas air mineral] langsung digas air mata. Apa-apa langsung gas air mata, itu namanya pelanggaran Perkap, Bapak-Bapak Polisi yang kami hormati. Kami mau polisinya lebih humanis," kata Alghifari Aqsa di tengah peserta Aksi Kamisan dan polisi yang berjaga di seberang Istana Negara.
![]() |
Alghif pun melanjutkan pemaparan. Kata dia, sesungguhnya terdapat rangkaian tahapan penanganan polisi dalam menghadapi unjuk rasa--mulai dari membujuk demonstran, lantas peringatan lisan, baru kemudian penggunaan senjata tumpul dan baru setelahnya diperbolehkan menggunakan senjata kimia seperti gas air mata, hingga pada akhirnya penggunaan senjata api.
"Panjang tahapannya. Tapi dalam beberapa peristiwa kemarin, Perkap semua dilampaui. Bahkan bisa jadi mungkin tidak ada Perkap, karena sampai ada yang meninggal," sambung dia lagi.
Ratusan orang mengalami luka-luka dalam aksi sepanjang sepekan terakhir yang menyuarakan tujuh tuntutan seperti penolakan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), beberapa RUU bermasalah, kriminalisasi aktivis dan, penyelesaian permasalahan Papua. Bahkan di Kendari, dua mahasiswa meninggal akibat bentrok dengan polisi ketika aksi serupa.
Selain itu, sejumlah penangkapan pun dilakukan. Belakangan aliansi pun menerima laporan mengenai ancaman drop out atau sanksi lain terhadap mahasiswa juga pelajar yang bergabung dalam rangkaian demonstrasi.
[Gambas:Video CNN] (ika/pmg)
ARTIKEL TERKAIT

Puluhan Mahasiswa Pedemo Melapor Diancam DO oleh Kampus
Nasional 2 bulan yang lalu
Polisi Dinilai Tertutup soal Pelajar-Mahasiswa yang Diamankan
Nasional 2 bulan yang lalu
Polisi Sebut Ada Demo Skala Kecil di Jakarta Hari Ini
Nasional 2 bulan yang lalu
Anies Batal ke Denmark karena Anggap Jakarta Belum Kondusif
Nasional 2 bulan yang lalu
Bertemu Jokowi, Forum Rektor Usul Ruang Dialog soal RKUHP
Nasional 2 bulan yang lalu
Surat Terbuka Amnesty untuk Jokowi: Bebaskan 22 Aktivis Papua
Nasional 2 bulan yang lalu
BACA JUGA

Dampingi Ahok, Condro Kirono Akan Bantu Jaga Aset Pertamina
Ekonomi • 26 November 2019 18:51
Kemenhub dan Polisi Sebut Grab Tak Kantongi Izin GrabWheels
Teknologi • 13 November 2019 19:02
Polri Catat 3.000 Kasus Kejahatan Siber Hingga Agustus 2019
Teknologi • 30 October 2019 06:47
Sebab Baju dan Jilbab Biru Jangan Dipakai Saat Bikin SIM
Teknologi • 07 October 2019 19:12
TERPOPULER

Rahasia Rendang Indonesia Tahan Lama Meski Dikirim ke Nepal
Nasional • 7 jam yang lalu
Penjelasan Wali Kota Jakbar soal Tes Honorer DKI Masuk Got
Nasional 2 jam yang lalu
Mengenal Teknik Serangga Mandul Batan yang Bisa Cegah DBD
Nasional 1 hari yang lalu