Bamsoet Sindir Caketum Golkar: Jika Yakin Kenapa Aklamasi?

CNN Indonesia
Kamis, 14 Nov 2019 18:18 WIB
Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto menilai sistem aklamasi dalam pemilihan ketum berikutnya juga bagian dari demokrasi.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kedua dari kanan) bersama Ketua MPR Bambang Soesatyo menghadiri Rapimnas Partai Golkar 2019. (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bakal calon ketua umum Partai Golkar periode 2019-2024, Bambang Soesatyo mempertanyakan tujuan penerapan sistem aklamasi dalam pemilihan ketum Golkar yang akan berlangsung dalam Musyawarah Nasional (Munas) pada 4-6 Desember mendatang.

Ia heran karena pihak yang berupaya merancang sistem aklamasi tersebut sebelumnya telah yakin mendapatkan dukungan mayoritas dari pemilik hak suara dalam pemilihan ketum Golkar.

"Kalau yakin didukung mayoritas pemilik suara, kenapa mesti takut kemudian merancang untuk aklamasi. Pasti demokrasi dan menang itu akan tercapai melalui pertarungan di Munas," kata sosok yang akrab disapa Bamsoet itu di sela-sela Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) DPP Partai Golkar di Hotel Ritz-Carlton, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (14/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengingatkan bahwa Golkar memiliki pengalaman pahit dengan penerapan sistem aklamasi dalam pemilihan ketum. Pengalaman pahit itu, katanya, terjadi pada 2014. Sistem pemilihan ketum secara aklamasi akhirnya membuat Golkar pecah menjadi dua.


Ketua MPR itu menilai pelajaran pahit tersebut harus menjadi bahan renungan seluruh kader agar tidak memundurkan kualitas demokrasi yang berkembang di internal partai.

"Kita punya pengalaman pahit, pemaksaan aklamasi itu membuat kita pecah dan kita pernah pecah ada Ancol dan Bali. Bali itu pemaksaan aklamasi yang melahirkan Ancol," ucap Bamsoet.

Hingga kini, Bamsoet belum menyatakan maju sebagai calon ketum Golkar periode mendatang. Namun, dia menegaskan hal tersebut tidak lantas bisa diartikan bahwa dirinya tidak akan ikut dalam pertarungan di Munas mendatang.

Terkait waktu deklarasi dirinya maju sebagai calon ketum Golkar, Bamsoet menyatakan akan mengumumkan di waktu yang tepat.

"Sabar saja, ini kan bagian dari strategi kami di tim," ujar Bamsoet.


Terpisah, Airlangga menyerahkan sepenuhnya keputusan terkait sistem yang akan digunakan dalam pemilihan ketum Golkar mendatang kepada pemilik hak suara. Dia berkata bahwa aklamasi juga merupakan bagian dari demokrasi.

"Aklamasi itu bagian dari demokrasi juga," tuturnya.

Bamsoet dan Airlangga merupakan dua sosok yang paling terdepan dalam bursa calon ketum Partai Golkar periode 2019-2024. Persaingan antara keduanya kembali memanas setelah loyalis Bamsoet, Junaedi Elvis menyatakan bahwa Bamsoet akan tetap maju calon ketum Partai Golkar periode 2019-2024 pada akhir Oktober lalu.

Harapan Ketua Dewan Pembina 

Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie berharap pemilihan ketum Golkar berikutnya dapat dilakukan dengan sistem musyawarah mufakat.

Bamsoet Sindir Caketum Golkar: Jika Yakin Kenapa Aklamasi?Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kiri) berbincang dengan Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.)
Menurutnya, musyawarah mufakat merupakan sistem yang paling baik karena membuat kader Golkar bisa menyimpan tenaga untuk berkompetisi dengan pihak lain.

"Saya inginnya musyawarah untuk mufakat. Jadi kalau calonnya ada beberapa, kalau bermusyawarah baik, tenaga bisa disimpan untuk berkompetisi dengan pihak lain," ucap sosok yang akrab disapa Ical itu kepada wartawan di sela-sela Rapimnas Partai Golkar di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta Selatan.

Dia menjelaskan musyawarah mufakat merupakan sistem yang bisa dipakai untuk berunding menentukan arah perjalanan Golkar ke depan secara bersama-sama.

Menurutnya, pihak yang menjadi pemenang dalam pemilihan ketum Golkar dengan sistem musyawarah mufakat harus merangkul pihak lain. Dengan demikian hal tersebut akan membantu Golkar mencapai target menang di Pemilu 2024.

"Targetnya 2024, Golkar harus menang dan harus bisa mencalonkan presiden atau wakil presiden kader Golkar," katanya.


Terpisah, Ketua DPP Partai Golkar Meutya Hafid mengatakan Dewan Pembina, Dewan Pakar, dan Dewan Kehormatan Partai Golkar telah menyampaikan keinginan agar pemilihan ketum Golkar periode mendatang dilakukan dengan sistem musyawarah mufakat.

Menurutnya keinginan tersebut telah mendapatkan sambutan positif dari sejumlah kader-kader Golkar yang berasal dari daerah.

"Beberapa pandangan baik Dewan Pembina, Dewan Pakar, mewakili Dewan Kehormatan itu rata-rata ketiganya menyatakan bahwa ingin Munas berlangsung musyawarah mufakat. Artinya, semua calon rundingan (dan) duduk sama-sama melihat apa yang terbaik buat partai," kata Meutya.

Ia menambahkan arah Rapimnas Partai Golkar sudah semakin mengerucut saat ini. Meutya memprediksi, Rapimnas Golkar akan melahirkan kesepakatan bersama.


Wacana penerapan sistem aklamasi dalam pemilihan ketum Golkar mulanya dimunculkan oleh Sekjen Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus. Ia berkata aklamasi adalah proses pemilihan berdasarkan hasil musyawarah mufakat yang diamanatkan Pancasila.

"Kita mengharapkan aklamasi, aklamasi itu kan musyawarah, muyawarah mufakat itu selesai. Itu yang diamanatkan Pancasila di sila keempat," kata Lodewijk kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (12/11).

Merespons hal itu, loyalis Bamsoet, Syamsul Rizal Hasdy menilai Airlangga adalah sosok yang diktator bila melangsungkan pemilihan ketum Golkar dengan sistem aklamasi.

Dia berkata, pemilihan ketum Golkar tidak bisa dilakukan dengan sistem aklamasi karena kemungkinan menghadirkan sejumlah nama calon.

"Kalau mau dinamika aklamasi, dia (Airlangga) dikatator, dia menentang semua orang," Syamsu kepada wartawan di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat pada Rabu (13/11).

[Gambas:Video CNN] (mts/pmg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER